Punky Reggae Party

Jamaika, mungkin hanya sebuah “tiny dot” (serpihan kecil) dalam peta dunia tapi memiliki sumbangsih besar bagi kebudayaan dunia.

Keinginan kuat masyarakatnya untuk bangkit dan membangun dari sisa puing-puing identitas yang dihempas dan diberangus masa 400 tahun perbudakan dan penjajahan muncul melalui daya kreativitas “sublime” seni dan budaya. Ya Jamaika kini dikenal dunia sebagai pengekspor musik dan budaya Reggae. Lewat berbagai infusi dan apropriasi musik ini telah menjadi simbol pemersatu kewargaan dunia. Pada tahun 2018 UNESCO menetapkan reggae sebagai warisan kebudayaan dunia, (an “intangible cultural heritage of humanity”).

Getaran reggae telah mencapai Indonesia sejak akhir tahun 1970 an hingga awal tahun 1980an ditandai dengan mulai dimainkan oleh beberapa grup band dan artis saat itu seperti Nola Tilaar, Melky Goeslaw, Black Brothers, Black Company, Abresso, dan Asian Roots. Seiring berjalannya waktu reggae kian menunjukkan perkembangan yang baik meski basis penggemarnya masih tersegmen pada komunitas-komunitas kecil. Pada awal tahun 1990an kita sudah mulai merasakan apropriasi dan inovasi melalui grup dan artis yang secara spesifik dan serius memainkan reggae. 

Lewat artikel singkat ini, Kultur merangkum kumpulan hasil eksplorasi reggae terbaik yang pernah dibuat melalui beberapa kategori seperti reggae klasik, dancehall, female reggae artist, dan lovers rock. Dari yang old school hingga kontemporer. 
(Yedi)

  • Prev
  • Next

    1. Toots & The Maytals - “Do The Reggay”

Toots and the Maytals adalah band Jamaika generasi awal 1960 an di era ska dan rocksteady. Band ini merupakan salah satu pioneer popularisasi musik reggae di dunia. Sang frontman, Toots Hibbert memiliki gaya vokal yang soulful dan unik menjadikannya sebagai salah satu dari 100 Penyanyi Terbaik (Greatest Singers) versi Rolling Stone. Single “Do the Reggay” tahun 1968 ini disinyalir sebagai sumber dari kata “reggae” yang kita kenal sampai hari ini.

 

    2. Johnny Nash - “I Can See Clearly Now”

Mungkin banyak penggemar reggae yang masih belum kenal sosok Johnny Nash. Ia adalah seorang penyanyi Amerika yang sangat suka dengan musik Jamaika. Kegemarannya ini membuat ia bolak-balik negeri Paman Sam dan Jamaika. Ia banyak bekerja sama dengan penyanyi Jamaika, salah satunya adalah Bob Marley. Bersama produsernya Danny Sims, Nash turut membantu karier awal Marley di dunia professional musik. Nash bahkan didapuk sebagai “king of reggae” sebelum Marley. 

Lagu “I Can See Clearly Now” dirilis tahun 1972. Lagu ini sukses menggapai nomor satu dalam tangga lagu Billboard di Amerika dan mendapat sertifikasi ‘gold.’ Hal ini turut mendorong reggae untuk lebih dikenal secara luas oleh audience di Amerika dan dunia. Single hit ini juga mendulang sukses dengan menduduki puncak tangga lagu di Inggris, Canada, dan Afrika Selatan. Dua dekade kemudian, yakni tahun 1993, Jimmy Cliff, merilis rendition dari lagu ini.

 

    3. Bob Marley – “One Love”

Mustahil membicarakan reggae dan menampik keberadaan Bob Marley. Ya, namanya sudah seperti sinonim dengan reggae. Meski jauh sebelum Marley gejolak pergerakan musik ini telah banyak menghadirkan nama-nama besar, namun Marley lah yang kemudian memperkenalkannya kepada dunia dalam kerja samanya dengan Chris Blackwell dari Island Records lewat album perdana “Catch A Fire” pada tahun 1973. 

Begitu banyak lagu hits milik salah satu punggawa “The Wailing Wailers” ini sehingga sulit untuk memilih satu lagu. Namun “One Love/People Get Ready” cukup adil untuk merepresentasi kan lagu milik sang prophet ini. Hal ini lantaran berkaitan dengan tema besar tentang cinta dan kemanusiaan yang bisa merangkum apa yang diperjuangkan Marley lewat musik reggae. Selain itu juga karena “One Love” telah menjadi semacam lagu kebangsaan antar bangsa dan simbol persatuan yang menembus batas ras, agama, dan kelas. BBC menetapkan lagu ini sebagai “The Song of the Century.”  “One Love/People Get Ready” dikumandangkan saat reggae ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO tahun 2018. Secara khusus lagu ini senantiasa dipakai untuk promosi wisata dan budaya Jamaika oleh ‘Jamaica Tourist Board’ sejak tahun 1994.          

Lagu “One Love” merupakan perpaduan dengan lagu milik Curtis Mayfiled “People Get Ready” sehingga kredit hak intelektual menjadi milik Marley dan Mayfiled. 

 

    4. Peter Tosh - “Legalize It”

Peter Tosh yang merupakan kompatriot Marley di group “The Wailing Wailers” memutuskan untuk bersolo karier pada tahun 1976. Ia gerah menjadi bayang-bayang dari Marley yang terus menjadi pusat perhatian Island Records. Sisi militansi dan rebellious yang tak mengenal kompromi ini membuat sejumlah lagunya ditolak oleh Chris Blackwell, sang produser Island Records. ‘Legalize It’ merupakan album perdana Tosh bersama CBS Records dan menjadi album solo gold dan platinum yang mendongkrak Namanya sebagai salah satu penyanyi reggae kelas dunia.   

Lagu ini menjadi ‘brand’ identik dengan Tosh yang gencar mengkampanyekan manfaat positif dari penggunaan Marijuana, selain sebagai bagian penting dalam sakramen atau ritual spiritual dalam ajaran Rastafarian yang dianutnya. Meski awalnya lagu ini dilarang di Jamaika, namun justru melejitkan nama Tosh secara global. ‘Legalize It’ sukses masuk dalam ‘chart’ 200 album Billboard dimana ia bertengger di posisi 199 selama dua minggu.  

 

    5. Gregory Isaacs - “Night Nurse”

Gregory Isaacs merupakan salah satu penyanyi reggae popular yang serba bisa baik dalam skena roots reggae, lovers rock, dan dancehall. Ia bagian dari penanda transisi reggae klasik era Marley ke era reggae modern 1980an. Sepanjang karirnya ia diperkirakan telah merilis ratusan karya baik di Jamaika, Inggris dan Amerika. Ia juga banyak berkolaborasi dengan ikon lintas subgenre (lovers rock, dub, dancehall) seperti Lee “Scratch” Perry, King Tubby, Sugar Minot, Freddie McGregor, Dennis Brown, dan Errol Holt. 

Night Nurse adalah sebuah ‘masterpiece’ yang direkam di studio “Tuff Gong” milik Marley tahun 1982, setahun setelah kematian Marley. Lagu ini melejitkan Namanya dan menduduki posisi 32 dalam tangga lagu di Inggris. ‘Night Nurse’ juga pernah digarap ulang bersama female reggae artist ‘Lady Shaw.’ Terlepas dari perangainya yang seringkali bermasalah dengan hukum, Gregory Isaacs adalah idola bagi banyak penyanyi reggae di dunia seperti salah satunya adalah Ali Campbell dari UB 40.     

 

    6. Yellowman - “Zungguzungguguzungguzeng”

Yellowman lahir tahun 1956 dengan nama Winston Foster. Moniker ‘Yellowman’ dipakainya untuk merujuk dirinya yang terlahir albino. Sedari lahir ia mendapat banyak penolakan bahkan oleh orang tuanya sendiri. Ia hidup di panti asuhan “Alpha Boys School” yang juga merupakan rumah dan sekolah yang banyak melahirkan musisi hebat Jamaika.

Yellowman dijuluki raja dancehall. Ia adalah epitome generasi reggae kontemporer. Roger Steffens, seorang wartawan dan pengarsip musik reggae, mengatakan bahwa setelah kematian Bob Marley tahun 1981, para bintang dancehall seperti Yellowman membuat reggae roots ala Marley seolah menjadi sesuatu yang kuno.

‘Zungguzungguguzungguzeng’ merupakan hits dalam album kedua Yellowman tahun 1983. ‘Zungguzungguguzungguzeng’ dianggap sesuatu yang absurd karena tidak bermakna serta hanya mengumbar ‘slackness’ atau seksualitas perempuan. Namun Yellowman justru terkenal oleh karenanya. Vocal melodi lagu ini banyak dijadikan sample dalam berbagai lagu reggae dan hip-hop. Bahkan Beenie Man menggarap ulang lagu ini tahun 2020 yang lalu. 

 

    7. UB40 - “Red Red Wine”

UB40 band dengan personil multirasial mencerminkan tempat asal mereka Birmingham, yang menjadi basis imigran asal Karibia, terutama Jamaika. Sebuah ‘melting pot’ yang menunjukkan pengaruh musik dan budaya Jamaika terhadap kelas pekerja pada daerah urban di Inggris. UB40 ditetapkan sebagai duta reggae terdepan asal Inggris. Mereka boleh dikata telah mendorong kecintaan banyak orang di dunia terhadap musik reggae jauh melebihi artis reggae lain bahkan  Bob Marley sekalipun. Hal ini dikarenakan tradisi mereka dalam memperkenalkan kembali lagu-lagi hits reggae klasik Jamaika kepada audiens kontemporer dan laris manis jutaan copy di dunia. 

Lagu ‘Red-red Wine’ hadir dari album ‘Labour of Love’ yang menjadi album pertama mereka yang juga sukses menduduki tangga no. 1 dalam album charts di Inggris dan bertahan selama delapan belas bulan. Nomor pembuka album ini ‘Red red Wine’ pun langsung menduduki no.1 dan bertahan di tangga lagu hits Inggris selama dua tahun. Ia menjadi hit internasional pertama UB40 yang juga sukses menduduki no.1 di Amerika. Sebuah signature yang melekat pada UB40, membawa reggae lebih luas kepada dunia.

 

    8. Damian Marley - “Welcome to Jamrock”

Damian ‘Jr.Gong’ Marley, putra termuda Bob Marley ini tak ingin bersombar pada ketenaran sang ayah dan membuka jalannya sendiri dalam menempatkan namanya dalam sejarah musik dunia. Ia menjadi artis reggae pertama yang memenangi GRAMMY di luar dari category reggae yakni ‘Best Urban/Alternative Performance’ lewat single ‘Welcome to Jamrock’ pada tahun 2005. Selain itu ‘Welcome to Jamrock’ juga sukses menyabet GRAMMY sebagai ‘Best reggae album di tahun yang sama. 

Damian telah menggemparkan belantika musik dunia lewat kiprahnya dalam dua dekade terakhir. 

 

    9. Protoje feat. Chronixx - “Who Knows”

Protoje dan Chronixx adalah epitome reggae kontemporer dengan infusi dari dan perpaduan hip-hop, R&B, soul dan rock dengan reggae roots dan dancehall. Lagu ‘Who Knows’ merupakan single hit dari album ketiga Protoje ‘Ancient Future’ pada tahun 2015. Sebuah album yang menandakan kelahiran baru reggae atau sebuah penemuan kembali reggae secara menyeluruh. Album ini menembus peringkat atas dalam U.S Billboard Reggae Album sementara ‘Who Knows’ sukses menjadi internasional mega hit dengan menghimpun sebanyak lebih dari 157 juta viewers untuk video klipnya sendiri.   

 

    10. Protoje feat. Koffee - “Switch Up”

‘Switch Up’ adalah single dari album ke lima Protoje ‘In Search of Lost Time’ dan merupakan kolaborasinya dengan ‘Koffee’ a.k.a Mikayla Simpson artis perempuan muda penuh potensi pemenang Grammy (2019). Visual lagu ini menampilkan sejumlah artis reggae terkemuka Jamaika saat ini seperti Lila Ike, Sevana, Jaz Elise, Royal Blu, dan Jesse Royal. Chronixx juga turut berkontribusi lewat suaranya di chorus. Kumpulan artist ini membentuk suatu unit yang memiliki objektif untuk meredefinisi sound dari ‘Jamaican music,’ sebuah palet infusi berbagai genre namun masih tetap berpegang pada akar tradisi tanah Jamaika. ‘Switch Up’ merupakan ‘lagu kebangsaan’ dari generasi baru dan memberi suatu pandangan sekilas terhadap inovasi yang terbentang luas di depan mata. Ia menunjukkan betapa musik senantiasa berada pada posisi ‘menjadi’ (becoming), sebuah proses kreativitas yang tanpa henti. 

 

    11. UB 2 - “Nona Manis”

UB 2 adalah grup musik reggae di awal tahun 1990an yang dimotori oleh Anci Laricci, penyanyi asal Bugis-Makassar, Sulawesi Selatan. Sebenarnya ia bukanlah murni penyanyi reggae karena juga memainkan musik pop serta dangdut. Belakangan sebelum meninggal pada tahun 2017 ia lebih dikenal sebagai penyanyi lagu daerah Melayu Bugis. Namun grup musik UB2 yang dibentuknya ini memilih aliran reggae yang mempopulerkan nama Anci Larici dan UB2. Nama UB2 sendiri terinspirasi dari grup musik UB40 yang memang lagi mewabah saat itu di dunia bahkan di Indonesia. Anci Laricci Pun memiliki typical warna vocal yang sekilas mirip dengan Ali Campbell, vokalis UB40.

UB 2 merekam sebanyak dua album EP reggae, yakni ‘Nona Manis’ (1990) dan ‘Susi’ dengan nama New UB2 (1992). Lagu ‘Nona Manis’ dari album pertama cukup sukses di pasaran dengan terjual sebanyak 600 ribu keping dan meraih salah satu penghargaan di BASF AWARDS tahun 1991.

 

    12. Imanez - “Anak Pantai”

Imanez merupakan musisi jebolan gang Potlot, sebuah rendezvous para musisi yang memunculkan nama-nama beken di tanah air seperti Slank, Oppie Andaresta, dan BIP. Imanez sebelumnya tergabung dalam grup band Speedy Beetle dan Matalover namun kemudian memutuskan untuk bersolo karir.

Imanez tidak murni memainkan reggae karena ia juga memainkan musik rock n roll. Saat bersolo karir ia menghasilkan dua album: Anak Pantai (1994) dan Sepontan (1996). Lagu ‘Anak Pantai’ sangat melegenda di antara para penggemar musik reggae di Indonesia. Pesan ringan tentang bersantai dan pantai seolah berasosiasi dengan cover version “I Shot The Sheriff” oleh Eric Clapton di album 461 Ocean Boulevard. Artwork album yang menampilkan pantai dan nyiur pohon kelapa membuat reggae kemudian oleh banyak orang menjadi identik dengan nuansa liburan dan jauh dari kesan serius seperti yang digaungkan para pioneer awal reggae di Jamaika.  

 

    13. Rastafara - “Rambut Gimbal”

Rastafara boleh dikata adalah band reggae pertama di Indonesia yang benar-benar murni dan konsisten memainkan reggae. Nama Rastafara sangat kuat sugesti reggaenya namun dengan rasa Indonesia yang tidak sekedar mengimitasi musik dari tanah Jamaika. Sang frontman sekaligus ikon band, mas Tony Q, memang dikenal sangat militant sedari awal menggerakkan lokomotif band ini dengan menghasilkan karya-karya orisinal yang diejawantahkan dalam dua album: “Rambut Gimbal” (1996) serta “Gue Falling in Love” (1997).

‘Rambut Gimbal’ merupakan lagu hit dalam album pertama yang dirilis di bawah label Hemagita Records. ‘Rambut Gimbal’ juga sangat historis karena ia kemudian menjadi rujukan dalam menyebutkan identitas para reggaewan dan reggae puan di tanah air. Syair lagu ini sederhana dan ringan namun menunjukkan sebuah apropriasi cerdas yang mendasari orisinalitas dan otentisitas musik reggae versi Rastafara.

 

    14. Steven & Coconuttreez - “Welcome to My Paradise”

Band Steven & Coconuttreez adalah tonggak ‘revival’ musik reggae di Indonesia. Album perdana mereka, ‘The Other Side’ (2005) dengan lagu hit ‘Welcome to My Paradise,’ sukses mengantarkan reggae lebih dikenal luas di seluruh penjuru tanah air. Boleh dikata melalui gebrakan mereka, reggae memasuki babak baru yang lebih menjanjikan dalam dunia musik di Indonesia. Yang tadinya hanyalah sidestream berangsur dapat mempenetrasi arus mainstream. Kekuatan band ini mampu menjadikan mereka sebagai kiblat rujukan banyak band reggae baru di pelosok negeri yang Kultur sebut sebagai hasil dari kekuatan  ‘Steven Centris.’

 

    15. Tony Q - “Pat Gulipat”

Setelah band Rastafara resmi bubar tahun 2000, Tony Q memutuskan bersolo karir dan semakin produktif melahirkan album dan single. Reggae versi Tony memang dikenal unik karena unsur infusi etnik (Jawa, Bali, Sunda, dan Sumatra) ke dalam repertoirenya yang disertai konsistensinya mengangkat tema-tema kesadaran sosial. Karena keunikannya inilah Tony Q beberapa kali diundang sebagai headliners dalam festival reggae internasional (Legend of Rasta Reggae Festival) di Houston, Texas.

Singlenya ‘Pat Gulipat’ masuk dalam Putumayo World Music Album Compilation dengan tema “Reggae Playground” pada tahun 2006.

 

    16. Ras Muhamad - “Bambu Keras”

Kehadiran Ras Muhamad sejak tahun 2005 telah membawa corak baru yang segar dalam skena musik reggae Indonesia. Ia adalah pelopor dancehall di Indonesia dengan gaya ‘toasting’ khas yang kaya rhyme berisi kisah personal dan sosial dengan elegan. Ia menjadi satu-satunya musisi reggae Indonesia yang telah ‘go international.’ Kiprahnya bersama ‘Oneness Records’ mengantarkannya berkelana dunia lewat berbagai konser serta kolaborasi bersama artis-artis reggae ternama dunia seperti Kelisa, Sara Lugo, Kabaka Pyramid dan Uwe Kaa. Beragam penghargaan nasional dan internasional telah diraihnya seperti Indonesian Cutting Edge Music Award (ICEMA) lewat album ‘Negeri Pelangi’ (2012), Anugerah Music Indonesia (AMI) lewat album ‘Berjaya’ (2013) sebagai Best Reggae/Ska/Dub Production Work, dan album ‘Salam’ (2014) menduduki no.1 di situs reggae negeri Belanda reggae-vibes.com.

Lagu ‘Bambu Keras’ secara harfiah merupakan semacam bentuk eufemisme dari umpatan tabu ‘Bomboo Claat’ di Jamaika yang diapropriasi secara positif dalam konteks Indonesia. Ia merupakan hit track dalam album yang bertajuk sama tahun 2018. Album ini merupakan kontemplasi personal dalam proses transformasi yang berfokus pada identitas dan jati dirinya sebagai seorang Indonesia, Asia, maupun sebagai pribadi baru yang penuh gairah dan inovasi.

 

    17. Marapu - “Politician”

Yanto merupakan vokalis grup Marapu, salah satu grup reggae Indonesia asal negeri Sumba, NTT, yang tetap konsisten di jalur roots reggae. Ia kuat dalam gaya musik dan warna vokal khas yang menekankan pesan kesadaran sosial, kultural, humanisme, dan perdamaian. Marapu terbentuk tahun 1999 di kota Yogyakarta namun kini telah bermarkas di Bali. Konsistensi dalam berkarya menjadikan mereka berada dalam jajaran terdepan musisi reggae di Indonesia.

Lagu ‘Politician’ merupakan hit track dalam album keempat mereka ‘Won’t be Fooled’ (2018). Album ini bekerjasama dengan label ‘All Styles Editions’ yang berbasis di Perancis untuk tujuan distribusi secara global. Dalam lagu ‘Politician’ Marapu menghardik para politisi culas dan korup yang menyalahgunakan kekuasaan dan menyengsarakan rakyat jelata.

 

    18. Conrad Good Vibration - “Santai Saja Esok Masih Ada”

Conrad merupakan salah satu figur penting dalam skena musik reggae tanah air. Pria asal Flores, NTT ini sebelumnya tergabung dalam grup band Matahari namun sejak tahun 2010 ia memutuskan bersolo karir. Ia telah menghasilkan tiga album ‘Tribute to The Land’ (2010), sebuah album yang didedikasikan untuk tanah leluhurnya, Flores, Album kedua ‘Wake Up and Live’ (2014) serta album ketiga ‘Island Vibes’ (2016). Conrad juga aktif dan produktif berkarya lewat berbagai single dan kolaborasi dengan musisi reggae di tanah air.

‘Santai Saja Esok Masih Ada’ adalah salah satu track dari album kedua. Lagu ini berisi pesan positif yang memotivasi bahwa harapan selalu ada dalam susah sekalipun dan bahwa hidup itu indah dan anugerah Yang Maha Kuasa yang patut selalu disyukuri.

 

    19. Masanies Saichu - “Don’t Run”

Masanies Saichu merupakan reggae veteran Indonesia yang masih terus bergeliat dan produktif berkarya hingga kini. Ia merupakan figure yang sangat dihormati dan disegani oleh musisi dan penggemar reggae di Indonesia. Hal ini lantaran perannya sebagai salah satu ‘forerunner’ reggae di Indonesia sejak akhir tahun 1970an. Ia tercatat pernah tergabung dalam grup reggae legendaris Asian Roots. Namun jiwa senimannya membuat ia tak ingin terikat dalam grup band dan lebih memilih bersolo karir. Sejauh ini ia telah menghasilkan dua album ‘Yang Bagus Akan Datang’ (2003) dan ‘Gombale Bolong’ (2012).  

‘Don’t Run’ adalah single hit dari album ketiganya yang sedang dalam proses pengerjaan saat ini. Album ini digarap oleh Fred, seorang produser muda berbakat dari rumah produksi Gaza Riddim. Visual dari lagu ini sekalipun minimalis namun telah ditayangkan di reggaeville, salah satu channel reggae bergengsi di dunia.

 

    20. Dave Solution - “Yafandumba (Mi Nuh Cyar)”

Dave adalah sosok penyanyi Reggae berbakat dari Papua yang sangat progresif dan inovatif. Selain sebagai seorang penyanyi, ia juga adalah produser musik yang banyak memproduseri artis-artis lokal di Papua. Kiprahnya bersama bandnya ‘Dave Solution’ berawal dari tahun 2012 dan telah menghasilkan satu album bertajuk “Reggae Music” (2015).

‘Ya Fan Dum Ba’ merupakan salah satu singlesnya yang dirilis tahun 2020. Single unik infusi musik dancehall, roots dan dub berpadu dengan lirik ‘social commentary’ darinya terhadap fenomena sosial dan politik di tanah Papua. Secara spesifik merupakan sebuah bentuk sarkasme terhadap diskriminasi, rasisme dan alienasi yang seringkali dialami oleh orang Papua.  

 

  • Show Comments (0)

Your email address will not be published. Required fields are marked *

comment *

  • name *

  • email *

  • website *

You May Also Like

Founding Fathers (Jamaican Sound System Culture) Pt. 2

Kultur sound system, sebuah pengantar (bagian 2)

Founding Fathers (Jamaican Sound System Culture) Pt. 1

Kultur sound system, sebuah pengantar

Special Issue: Harmoni Baru Ska di Indonesia

Issue spesial edisi ulang tahun ke 2