Lovers Rock

Hibrida Reggae Yang Penuh Cinta

Sumbangsih Windrush generation di Inggris begitu besar dalam memperkaya budaya musik asal Jamaika bagi budaya pop dunia melalui karya karya musik dari Inggris. 2nd Wave Ska yang hadir Lewat gerakan Two Tone adalah contohnya. Setelah itu, dunia juga menikmati variabel lain dalam khasanah musik yang diproduksi oleh seniman Inggris melalui Lover’s Rock (lovers rock), ‘hibrida’ reggae dengan cita rasa baru. 

Sebagai sebuah varian musik, Lover’s Rock tidak datang dari dan membawa ketulenan absolut. Serupa dengan reggae, ia juga adalah apropriasi. Dalam konteks ini, elemen repertoire soul ala motown lebih dominan dalam Lover’s Rock. Komposisi dengan lirik yang sarat dengan narasi romantisme. 

Embrio lovers rock terlacak pada penghujung era Rocksteady dan era awal Reggae. Bisa ditemukan dalam diskografi dari nama nama besar seperti John Holt, Johnny Nash, Ken Boothe, Dennis Brown serta Gregory Isaacs. Hit hit besar dari sebagian mereka banyak berupa rendition lagu-lagu internasional dengan tema cinta. Hal ini, kemudian bagaikan stempel untuk lovers rock sebagai sebuah counterpoint apolitis dari dominasi reggae yang penuh pesan-pesan kesadaran politik.

John Holt, Johnny Nash, Ken Boothe, Dennis Brown & Gregory Isaacs

Kembali ke dataran Britania, generasi kedua dari komunitas Karibia adalah figur-figur yang kemudian “menemukan” formula serta membuat lovers rock dikenal oleh dunia. Lloyd Bradley dalam bukunya “Sounds Like London” menyebutkan sosok Janet Kay, Victor Romero Evans, Louisa Mark, (Trio Vocal) Brown Sugar, dan Caron Wheeler (salah satu personil dari trio tersebut) adalah nama nama penting sebagai bagian dari pondasi lovers rock. Peran sound system di kota London seperti Lloydie Coxsone dan Fatman ikut menyuburkan ‘hibrida’ dengan cita rasa baru ini. Club musik seperti Four Aces Club menjadi ruang yang turut mengantarkan lover rock semakin meluas. Bradley tentunya juga menggarisbawahi Susan Cadogan (sang panutan asal Jamaika) serta Dennis Bovell sang maestro yang mengantarkan lahirnya ‘hibrida’ ini.

Dominasi kejayaan musik reggae dari para nama besar dunia pada tahun 1980 an di Inggris, London pada umumnya, ternyata mendorong musisi lokal memproduksi karya yang dipersiapkan untuk mengatasi rasa jemu terhadap playlist yang itu itu saja. Para musisi lokal ini adalah putra-putri dari komunitas Karibia di Inggris. Mereka tumbuh menjadi karakter yang kaya akan diversitas. Musik Jamaika jelas begitu menonjol dalam karya mereka, dan identitas mereka sebagai Briton kemudian memperkaya karya-karya tersebut.

Janet Kay, yang kemudian dikenal sebagai sang ratu lovers rock mulai menjadi pembicaraan setelah hadir pada acara televisi Top of the Pops yang juga berlanjut dengan catatan dari “Guinness Book of Records” sebagai black female artist yang pertama merajai tangga lagu di Inggris di tahun 1979. Lagu ini, ‘Silly Games’ adalah produksi dari sang maestro, Dennis Bovell, seorang Inggris kelahiran Barbados dengan diskografi legendaris yang panjang.

The Story Of Lover’s Rock (Menelik Shabazz)

Bovell melakukan pendekatan produksi yang begitu prima pada lagu ‘Silly games’. Dalam film dokumenter berjudul “The Story of Lovers Rock” karya Menelik Shabazz, Bovell menjelaskan formula lagu ini. Ia memulai dengan ide merubah pola drum reggae dan kemudian memasukan elemen popular seperti harmoni yang kuat lewat perubahan chords. Dennis dikenal sebagai produser musik bertangan dingin. Ia melahirkan banyak karya-karya seminal dan jenius. Dalam lagu ‘Silly Games’ ia menceritakan bahwa ini merupakan lagu pertama dalam produksi reggae yang menggunakan fender rhodes dan Synthesizer Roland SH-2000 sebagai instrumen. Sebuah langkah yang tepat untuk mengiringi kekuatan vokal Janet Kay. Lagu ini masih terdengar digdaya hingga hari ini.

Janet Kay, lewat ‘Silly Games’ memang menjadi icon lovers rock. Namun lagu pertama bertema lovers rock yang diproduksi di Inggris adalah ‘Caught You In a Lie’ lagu abadi yang dinyanyikan oleh Louisa Mark. Saat itu, ia masih berusia 14 tahun!. ‘Caught You In a Lie’ (adalah rendition dari Robert Parker) memakai formula verses & choruses yang tidak digunakan dalam riddim tradisional reggae. Lagu ini diproduseri oleh Lloydie Coxsone sebagai ‘reward’ kepada Louisa Mark yang keluar sebagai pemenang empat kali berturut turut dalam ajang pencarian bakat milik Lloydie; ‘Star Search’. Dan Lloydie, ditemani oleh Dennis Bovell sebagai produser.

Term lovers rock bermula dari seorang pengusaha Inggris kelahiran Jamaika, Dennis Harris. Ia merekrut Dennis Bovell sebagai in house musician untuk pengembangan label reggae miliknya, ‘DIP International’ dan ‘Eve’. Harris, sudah lebih dulu merekrut gitaris John Kpiaye (yang kemudian menjadi partner Bovell di Matumbi dan di banyak produksi musik). Setelah Bovell menyetujui tawaran ini, Harris juga meminta Bovell mencari nama untuk proyek ini. Akhirnya mereka menyetujui nama Lovers Rock, yang diambil dari lagu milik Augustus Pablo. Harris merancang sendiri logo iconic dari label ini.  Dari nama sebuah label inilah term lover rock berasal. Label yang kemudian merilis lagu lagu seminal. Salah satu rilisan mereka adalah lagu ‘I’m In Love With A dreadlock’. Lagu dari trio vokal Brown Sugar yang ditulis oleh John Kpiaye.

lover’s rock (label)

Nama nama seperti Carroll Thompson, Jean Adebambo, Kofi, Sandra Cross, Sylvia Tella dan Winsome kemudian memperkaya jajaran artis pengusung lovers rock. Bahkan, Susan Cadogan legenda lovers rock asal Jamaika meraih kejayaannya di masa ini dan sempat bermukim di London saat itu.

Lovers rock, berdasarkan lagu lagu di atas dan nyaris seluruh catatan daftar rilisan lain memang mengedepankan tema cinta. Sugar Minott penyanyi legendaris asal Jamaika,  kemudian hari menjadikan kota London dan lovers rock sebagai rumahnya, serta Gregory Isaacs sang ‘Cool Ruler, The Love Song Champion’ mengendorse Bovell dan gitaris John Kpiaye karena infusi yang mereka ciptakan sehingga melahirkan hibrida reggae dalam lovers rock. Dari Inggris sendiri, menyumbangkan nama seperti Peter Hunnigale dan Trevor Walters. Bahkan UB40, cukup banyak menggunakan pattern ritem dan aransemen ala lovers rock. Namun, sebagian besar karya lovers rock asal Inggris ini dinyanyikan oleh penyanyi wanita.  

Dennis bovell – Sugar Minott – Peter Hunnigale & Trevor Walters

Hingga saat ini lovers rock menjadi milik dunia. Sebuah embrio musik dengan basic dari jamaika yang dikembangkan oleh pemusik-pemusik Inggris. Dan menyebar ke banyak belahan dunia. Salah satu sub label dari jepang ‘15-16-17’ (di bawah Ki/oon Records) bahkan telah merilis 14 seri album lovers rock. Dari tanah air, kita bisa menemukan musik musik lovers rock lewat karya antara lain: ‘Berdetak’ dan ‘About Love’ milik unit musik Monkey Boots. Dua komposisi yang menurut kultur mewakili atmosfer lovers rock dari Indonesia, seperti pernyataan dari Jenggo sang frontman unit musik ini kepada kultur.

Lovers rock merupakan komponen integral dalam landscape musik reggae di Inggris. Ia tumbuh dalam konteks sosial di negara itu. ‘Stempel’ bahwa Lovers rock adalah antitesis terhadap impulsi “conscious politic of roots reggae” merupakan impact dari refleksi yang hanya berfokus kepada romansa dan erotisnya tampilan lover rock. 

‘Konsensus’ bahwa lovers rock adalah teritorial feminin dari wanita kulit hitam dan conscious reggae adalah teritorial pria kulit hitam semacam memetakan oposisi biner antara melodi penuh jiwa dari lovers rock dan kesadaran sosial adiluhung dari padatnya toasting dan chanting dari conscious reggae.

Dalam ranah kajian budaya yang juga muncul di Birmingham Inggris oleh tokoh seperti Stuart Hall dan Paul Gilroy mengatakan bahwa lovers rock memiliki agenda politis juga. Lovers rock merupakan proyek unik transnasional budaya yang berasal dari impulsi kreatif, politis, dan erotis komunitas Karibia di Inggris (Paul Gilroy, 1993). Lovers rock memiliki sensibilitas transnasional yang unik yang memberi gambaran bahwa komunitas Karibia di Inggris menggunakan persinggungan erotis dan politis lovers rock dan conscious roots reggae untuk mengkonfigurasi ulang representasi stereotype nihilism yang tidak berdasarkan kasih atas atau terhadap identitas kaum imigran Karibian (kulit hitam) dalam wacana populer di media-media Inggris (Gilroy, 2006). 

Melalui interseksi erotis dan politis, komunitas Karibia menciptakan wacana kompleks yang menegaskan etika cinta dan kasih sebagai cara mengekspresikan dan memvalidasi kompleksitas eksistensi mereka dalam pusat metropolitan Inggris yang sangat memusuhi atau membenci mereka. 

Lewat lovers rock, mereka menyajikan nya begitu melodius, memorable dan tentunya penuh cinta. Mengutip pernyataan Dr. Lez Henry seorang antropologis sosial, DJ dan juga seorang dub poet asal Inggris; “Cinta itu fundamental! Itulah mengapa lovers rock begitu indah sebagai karya seni. Dan tak ada yang bisa hidup tanpa cinta”
(Sam, Yedi)

  • Show Comments (0)

Your email address will not be published. Required fields are marked *

comment *

  • name *

  • email *

  • website *

You May Also Like

Jurnal Kecil Wisata Musikal

Wisata musik di Kingston bersama Sam Walukouw (Java Jukebox)

Punky Reggae Party

Edisi Khusus: Punky Reggae Party

Sekilas Wajah Reggae Per Dekade di Indonesia

Edisi khusus: Sekilas Wajah Reggae Per Dekade di Indonesia