Awal tahun 2000-an adalah momen dimana unit musik yang mengusung tema reggae mulai tumbuh menjamur di tanah air. Berbagai gaya musik reggae dari berbagai unit, membuat geliat skena musik Jamaika terus tumbuh dari tahun ke tahun. Salah satu musisi yang turut meramaikan di era berkembangnya komposisi ini di Indonesia adalah Emilio Siregar, frontman sekaligus pendiri dari grup reggae, Gangstarasta.
Perkenalannya dengan genre asal Jamaika ini, terbilang tidak sengaja. Ayahnya yang seorang penikmat musik, kerap kali membawa Emil muda yang saat itu masih tinggal di Palembang pergi ke toko kaset langganannya bernama Irama Mas Audio tahun 1988. Ketika tengah melihat-lihat kaset barat, matanya tertuju ke album “Uprising” milik sang raja reggae, Bob Marley and the Wailers. Kemudian, ia mencoba mendengarkannya di toko kaset bersama sang ayah yang menggemari dangdut.
“Lagu “Could You Be Loved” diputar pertama kali waktu itu. Ternyata bokap gue juga tertarik, dan akhirnya gue dibeliin (kaset Bob Marley). Itulah kaset reggae pertama kali yang gue punya. (Saat) Itu masih belum tahu reggae gue.”
Beranjak dewasa, Emil merantau ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Mercu Buana fakultas teknik sipil tahun 1996. Disana, ia bersama teman sekelasnya membentuk sebuah band rock bernama Marsel, yang artinya singkatan dari Meruya Selatan. Grup ini membawakan repertoire Red Hot Chilli Peppers, seperti “Give It Away”, “Soul To Squeeze”, “Under The Bridge” dan lainnya. Ia berkisah, bahwa 2 musisi penting yang banyak menginspirasi dirinya untuk terjun bermusik adalah Bob Marley dan Max Cavalera (ex Sepultura dan Soulfly).
Tahun 1999, menjadi tahun pertama kalinya ia menyaksikan showcase Tony Q Rastafara (figur yang ditasbihkan sebagai presiden reggae Indonesia) secara langsung. Musisi penuh daya ini turut memberi inspirasi, motivasi dan ragam pelajaran berharga tentang spirit musik reggae kepada Emil. Dan Ia menyebut Tony Q Rastafara adalah mentor bagi dirinya.
Tepat 19 Desember 2001, ia mengukuhkan perjalanan musiknya dengan membentuk “Gangstarasta.” Saat itu, unit musik dengan pondasi roots reggae ini tampil pada event inagurasi di Universitas Mercu Buana. Walau sempat ditentang oleh almarhumah ibunya yang lebih menginginkannya untuk bekerja sebagai pegawai negeri sipil atau pengusaha, namun Emil berhasil membuktikan bahwa pilihannya layak, dengan mengacu pada makna reggae itu sendiri, bahwa butuh perjuangan untuk menggapai apapun. Ia menjelaskan, kekuatan nya menjadi berlipat ganda setelah mendapat restu lahir batin dari sang ibunda.
Emil menjelaskan, nama Gangstarasta terinspirasi dari lagu “Gangsta Paradise” (Coolio and Kylian Mash), salah satu soundtrack dalam film “Dangerous Mind.” Ia juga menambahkan, Steven Kaligis dan Teddy “Opa” Wardhana adalah sosok instrumental dalam perjalanan unit musik ini. Bersama dua figur penting dalam ranah Jamaican sound di tanah air inilah Emil melakukan jamming (di Memories Cafe, Jalan Jaksa – Jakarta) yang akhirnya mendorong kelahiran Gangstarasta.
Gangstarasta sempat merilis EP secara mandiri, (hanya dijual terbatas untuk mereka tampil di Jayapura – Papua tahun 2006, atas undangan Roy Putuhena dari Tuff Gong). Mini album dari line up awal Gangstarasta ini, berisi 3 lagu, “Unity”, “I’m Sorry Baby”, “Sunshine” dan tambahan 1 lagu, “Legalize”. Tahun 2008, debut album penuh “Unite” diluncurkan, kali ini berisi 9 track.
“Salah satu pahlawan (reggae Indonesia) bagi diri gue sendiri pada album Gangstarasta adalah almarhum Roy Putuhena, bassistnya band Mas Tony dulu, Rastafara. Dari album pertama Gangstarasta “Unite”, 9 dari 10 lagu didalamnya, bassnya diisi oleh Pace Roy. Beliau berjasa banget, dia mendukung banget generasi muda dan reggae Indonesia untuk berkembang. Bless and love untuk almarhum”
Gangstarasta terhitung telah beberapa kali mengalami rotasi line up. Hingga wawancara ini dilakukan, hanya Emilio Siregar dan Chris Barabas yang menjadi personil inti. Sang frontman dengan bijak menyampaikan, walau menjadi kendala namun hikmah yang bisa dipetik adalah pergantian ini turut memberi warna segar bagi Gangstarasta dalam meracik komposisi. Ragam infusi dari sub genre Jamaican music dengan benang merah roots reggae tersemat dengan apik. Terbukti lewat album kedua bertajuk “Better Way” (2015) yang menampilkan single utama “Reggae Disco”, mampu mencuri perhatian para Gangstaman, sebutan untuk penggemar Gangstarasta.
Dalam menulis lirik untuk lagu ciptaannya, ia menyukai tema seputar jiwa positif tentang persahabatan, kebersamaan, keberagaman dan kemanusiaan.
“(tema seputar) Ayo kita melangkah bersama. Maksudnya, gue nggak ngeliat dari agama, suku dan negara. Tuhan menciptakan kita berbeda-beda untuk saling mengenal dan mengasihi. Di kehidupan pribadi gue sendiri, berbeda-beda (agama) tapi cinta gue nggak beda sama lainnya. Gue amat sangat mencintai sesama manusia.”
Gangstarasta telah banyak tampil di berbagai kota di tanah air, sepanjang perjalanan karir mereka. Salah satu yang berkesan adalah saat mereka menghibur di wilayah Tembagapura, tepatnya di PT. Freeport pada 2016 untuk kedua kalinya. Emil bercerita, lokasi mereka manggung kala itu berada di ridge camp, salah satu titik tertinggi kawasan tersebut. Suhu yang sangat dingin membuat mereka menggunakan pakaian tebal beberapa lapis, yang ternyata tidak berpengaruh. Akhirnya, mereka mengkonsumsi alkohol untuk menghangatkan tubuh, namun juga tidak terasa. Sebuah hal yang tidak biasa Gangstarasta minta (minuman alkohol) saat tampil. Emil menutup cerita ini dengan tertawa.
Ketika Kultur tanya tentang apa pencapaian terbesar Gangstarasta yang hendak dicapai, dengan lugas Emil berkeinginan untuk tampil di kancah mancanegara khususnya dalam perhelatan festival reggae. Akan harapan ini, ia juga sedikit membocorkan akan rilisan Gangstarasta kedepannya dengan menciptakan beberapa lagu dengan format bahasa Inggris.
Emil memiliki jalinan yang erat dengan komunitas reggae dari segala penjuru, ia dikenal karena mudah bersahabat. Bagi dirinya, komunitas adalah rumah untuk berjalan maju bersama serta sarana komunikasi bagi para pelaku dan penikmat musik reggae itu sendiri. Bahkan, ia turut memberi wejangan khusus kepada Gangstaman untuk juga mendukung semua musisi dan komunitas reggae di Indonesia selain Gangstarasta tentunya.
“Reggae di Indonesia itu besar banget. Komunitasnya pun besar juga. Gue pengen (yang) besar ini, kuat dan jangan dipecah, jangan hancur. Jadi perbedaan yang kecil-kecil, kita buat jadi big power gitu lewat komunitas reggae.”
Dengan sederet pencapaian yang telah dilaluinya sejauh ini, seorang Emilio tetap teduh dan rendah hati kepada sesama. Ia tidak kenal gengsi untuk berjalan maupun belajar bersama dengan yang jauh lebih muda sekalipun. Energi positif serta ritme dan tetabuhan yang ia putar, membuat dirinya dihormati oleh orang-orang di sekeliling nya dan berbagai kalangan. Big up and respect to Emil for the beat he turned around!
Reporter: Keyko, Yedi
Text: Keyko
Editor: Sam
Show Comments (0)