Perkembangan musik reggae di tanah air, begitu dinamis. Outfit musik yang tumbuh tidak di dominasi atau berpusat di sebuah kota di Indonesia. Sejak 1980 an, Abresso dengan line up para pemuda asal Papua hadir di blantika musik Indonesia dengan sentuhan pop dan infusi alam Papua. Di saat yang sama musisi Anci Larici juga hadir, dia berasal dari kota Makassar dengan nuansa reggae yang kental terpengaruh UB40. Akhir 1980 an, 1990 awal hingga kini terus tumbuh, dari berbagai kota nama nama seperti Imanez, Mas Anies, Toni Q, Steven & The Coconut Treez dan juga Ras Muhamad berperan besar dalam dinamika ini.
Tamu kultur kali ini adalah salah satu musisi yang berasal dari salah satu kota di timur Indonesia, Flores. Pria yang bernama lengkap Coenradus Scholastika Bean Duli ini lebih dikenal dengan nama Conrad Good Vibration. Lewat dua album yang telah dirilis, Conrad menjadi salah satu figur aktif dalam skena musik jamaika di Indonesia.
Sebagai salah satu pemuda dari bagian timur negeri ini, ia begitu mengenal dan memiliki perhatian tinggi terhadap budaya yang berasal dari sana. Ia menempatkan keindahan-keindahan budaya tersebut dalam karyanya yang penuh infusi reggae dan dancehall. Conrad fasih menceritakan bagaimana musik dalam budaya dari timur Indonesia begitu erat dengan reggae dan dancehall. Dia mengawali perbincangan video call kami:
“Musik di flores dan timur Indonesia pada umumnya, adalah “musik pesta”. Dan dancehall ini memiliki banyak kesamaan dengan musik musik yang dengan mudah dinikmati oleh masyarakat di sana. Meski nama Dancehall sendiri belum begitu akrab bagi sebagian besar masyarakat di sana. Secara emosional, musik ini begitu terhubung dengan masyarakat”
Conrad memulai karir musiknya saat ia menetap di Jakarta. Ia tergabung dalam salah satu outfit reggae tanah air; MATAHARI. Setelah keluar dari outfit ini, ia kemudian membuat solo project tahun 2010 dengan nama Conrad and The Good Vibration. Yang akhirnya berevolusi menjadi Conrad Good Vibration sebagai manifestasi dari bentuk kompromi untuk karir personal miliknya. Conrad menjelaskan mengapa ia memilih nama tersebut, “Memberikan getaran baik bagi banyak orang, agar juga berusaha berusaha menjadi orang baik setiap hari.”
Selain dua album “Wake Up and Live (2014) dan “Island Vibes” (2016) Conrad tercatat pernah merilis “Tribute To The Land” sebuah kompilasi berbahasa daerah dalam format VCD pada tahun 2010. Dengan hits “Petotang”. Saat itu, ia memakai nama Conrad Floresman.
Ditanya tentang tema sebagian besar karyanya, Conrad menjawab hampir seluruhnya adalah personal. Ekspresi dalam karyanya, bercerita tentang semangat positif yang harus dibagi, tema kebersamaan dan juga bergembira bersama. Dan tentunya ia selalu mengangkat sketsa sosial budaya dari timur negeri ini. Salah satu lagunya yang berjudul ‘P.AP.U.A’ adalah cerita dari Conrad bahwa ia menempatkan Papua layaknya seorang wanita, yang mutlak memiliki hak untuk dihormati. Ia juga menganggap Papua adalah rumah kedua setelah Flores baginya. “Island Of Reggae!” begitu beliau menjelaskan kepada kultur tentang Papua dalam lagunya.
Conrad kembali menggaris bawahi spirit reggae terhadap keadaan sosial politik menjadi landasan nya dalam lagu ini dan menambahkan:
“Sudah cukup jelas bahwa pesan pesan dalam reggae adalah Perikemanusiaan, perdamaian, persamaan hak dan bagaimana kita hidup dengan alam”
Kultur menyinggung penampilan Conrad yang selalu stylish dalam paket pertunjukan nya. Dengan penuh semangat ia menjelaskan “Sudah menjadi satu kesatuan, tidak cukup hanya dengan karya. Dalam era visual, publik ingin menikmati figur sang artist diatas panggung dengan fashion yang dia pilih”. Conrad juga menambahkan bahwa ini bukan keharusan bagi artis lain,
“Tapi (prinsip) saya, (fashion) di atas panggung harus lebih (menarik) dibanding mereka yang menonton”.
Tidak berhenti di sini, kembali Conrad menyimpulkan bahwa reggae adalah sebuah budaya, fashion adalah salah satu variabel di dalamnya, menurutnya hal ini bisa menjadi bisnis. Ia menyebut nama Ras Muhamad dan Steven Coconut Treez sebagai musisi yang sudah menjalankan kesempatan dari salah satu variabel ini.
Sisi lain Conrad dalam kegiatan bermusik solo, ia kerap berkolaborasi dengan banyak rekan musisi, Bersama Radit Echoman dan sebelumnya bersama Yohma Ragga Poli. Conrad mengutarakan, jika ia mempunyai hasrat membuat kolaborasi di masa depan dengan outfit punk. Ia beralasan bahwa
“Punk itu mempunyai kesamaan semangat pembebasan dengan reggae serta banyak genre dan subgenre dari Jamaican sound lainnya, sama sama mengajarkan untuk melawan ketidakadilan serta bertahan dalam hidup,”.
Ia juga memberikan catatan kolaborasi lain yang menarik perhatian nya. Kultur sound system di Indonesia. Secara umum ia menyimpulkan bahwa dalam tradisi sound system ini; “Seorang penyanyi dituntut untuk bebas lepas berekspresi, tetapi dalam disiplin musik yang tinggi. Sound system menyajikan sebuah latihan ketat yang luar biasa dalam musik”.
Sebagai salah satu scenester yang sudah hadir sejak dekade lalu, Conrad menyampaikan bahwa kini musik reggae dan Jamaican sound lain nya di Indonesia sudah sama besarnya dengan genre musik lain, apresiasi masyarakat dan pelaku industri pun makin berimbang. Tidak lagi milik komunitas komunitas. Musik reggae di Indonesia begitu dinamis. Meski standar kualitas bisa sangat subjektif menurutnya. Ia melanjutkan, dengan perkembangan yang ada saat ini dia memiliki hasrat,
“Salah satu cita-cita yang sangat ingin diraih adalah membawa reggae lewat Conrad Good Vibration ke seluruh kota di Indonesia”.
Sebelum mengakhiri sesi wawancara ini, Conrad juga memberikan catatan bagaimana ia kerap belajar dan bertukar pikiran dengan sesama musisi reggae di tanah air. “Lewat (Mas) Toni Q, saya banyak belajar dari pendekatan kesenimanan beliau dalam menulis lirik yang memainkan kata berulang, dari Ras Muhamad saya banyak belajar atas makna yang dalam dan luas. Dari Steven Coconut Treez dia menemukan lirik interaksi keluh-kesah layaknya teman curhat dan diskusi”.
Di luar musik, Conrad adalah seorang ayah bagi dua putra nya. Baru baru ini, meski belum secara resmi dirilis, salah satu anak nya ikut bernyanyi bersama dalam satu lagu milik Conrad. Menanggapi hal ini, sebagai seorang ayah, pria kelahiran Larantuka 10 Feb 1981 ini menceritakan bahwa ia merasa begitu penuh berkah dalam reggae. Ia seperti mengamini bahwa reggae menghidupinya. Terhadap anak-anaknya ia juga mengakui ingin agar mereka mengikuti jejaknya, namun itu semua adalah hak mereka untuk memutuskan. Ia hanya berpesan, “Reggae is what we live, so live it positively”. A good Vibration! Sebuah getaran baik yang sama kuat dari Conrad!
(penulis:sam)
Show Comments (0)