Untuk mengenal The Specials, rasanya bisa dimulai dari banyak sisi. Tapi jika memiliki teman-teman yang menggemari The Specials, ada satu usul yang mungkin akan membuat hari jadi seru dan penuh warna-warni informasi. Tanyakan pada mereka, “Jerry atau Terry?” pertanyaan ini merupakan mantra ajaib untuk membuka lembaran pertama dari epos tentang Revivalis digdaya juga mumpuni dalam marwah ska asal Britania Raya ini. Jika makin tertarik, bersiaplah untuk mendapatkan “bonus” pernyataan bahwa The Specials mempengaruhi hidup (sebagian besar) mereka.
Jeremy David Hounsell Dammers a.k.a Jerry Dammers identik dengan trivia dan fakta di belakang gagasan serta pandangan sosial dan politik dari semangat punk rock yang mengantarkan musik musik The Specials. Pete Waterman salah satu tokoh pop musik Inggris tahun 1980 an menggambarkan Jerry sebagai dinamo kreatif bagi The Specials. Cintanya terhadap musik begitu tinggi. Paul Williams menulis di bukunya, saat masih berumur 13 tahun Jerry mengirim demo karya nya kepada John Lennon.
Terrence Edward Hall alias Terry Hall dikenal sebagai penyanyi minus ekspresi serta impassive. Tetapi justru inilah signature miliknya. Saat “berpisah” dari The Specials, ia bertahan dengan Fun Boy Three. Diskografi miliknya berjajar, penuh eksplorasi bersama musisi yang pernah berkolaborasi bersamanya. Mulai dari Leila Arab, pemusik eksperimental urban, juga Tricky, salah satu penyokong lahirnya outfit penuh wibawa Massive Attack, dan Junkie XL, hingga seniman modern penuh pesona; Damon Albarn.
Menyebut Jerry atau Terry, tentu harus membawa nama nama lain dari The Specials. Stephen Graham Panter (Sir Horace Gentleman) adalah sosok pertama yang Jerry butuhkan dalam formasi ini. Seorang pemain bass dari band soul, pemuda bersahaja yang dikemudian hari menyuntikan energi besar hasil dari telepati mendalam bersama John Bradbury (co author dan drummer yang menyumbangkan sentuhan Northern Soul dan reggae sebagai fondasi karya karya seminal The Specials). Lalu, Lynval Golding pemuda kelahiran Jamaika bermain gitar untuk The Specials. Lynval adalah orang yang “bertanggung jawab” besar membuat Horace makin mendalami reggae, Lynval adalah sosok krusial yang ikut membidani lahirnya karya ska off-beat milik The Specials. Kemudian, Roddy Byers adalah individu yang memiliki peran tidak kalah penting. Meski Elvis Costello (produser untuk debut album The Specials) sempat menganggap permainan Roddy “mengganggu” komposisi lagu, terbukti lick gitar rock ‘n’ roll Roddy membuat repertoire dalam debut ini menjadi berenergi, dan klasik. Neville Staple yang paling akhir bergabung sebagai co-vocalist dan perkusionis, dia lekat dengan julukan Original Rudeboy. Bermula sebagai roadie, pemuda tangguh yang tumbuh di jalanan ini memiliki referensi musik dari Gregory Isaacs, dan Linton Kwesi Johnson. Melalui kemampuan toasting nya, The Specials menjadi semakin istimewa. Formasi ini melahirkan suatu movement baru yang penuh kekuatan di blantika musik Inggris pada akhir 1970 an.
Keyakinan The Specials lewat ide besar 2Tone membuat mereka banyak tertulis dalam catatan sejarah di masa depan. Sejak awal karir, musik yang mereka hasilkan tersebar ke banyak pelosok di Inggris. Membuat kota asal mereka Coventry, menjadi kiblat lahirnya perkembangan ska. Heather Augustyn, dalam “Ska The Rhythm of Liberation” menegaskan bahwa ska tidak hanya sekedar hasil nada dan ritme, ska adalah pengeras suara bagi masyarakat.
The Specials dan 2Tone pun menyuntikan kesadaran progresif kepada muda-mudi Inggris dengan identitas multirasial sebagai pernyataan sikap kesetaraan.
Sebagai kolektif musik, formula ini bahkan membuat The National Front serta British Movement kerap melakukan infiltrasi dengan “jurus” poison the well untuk mengganggu tumbuh kembang kesadaran yang dibawa oleh The Specials dan juga 2Tone.
Komposisi The Specials begitu fenomenal, di saat itu banyak pesohor musik asal Inggris secara khusus berpesta dan bergembira dalam gigs mereka. Mick Jagger disinyalir menghadiri gigs The Specials dengan tujuan merekrut mereka untuk Rolling Stones Records (setelah mendapatkan tanda tangan Peter Tosh setahun sebelumnya). Apresiasi atas musik The Specials juga mengalir, Paul McCartney bahkan mengirimkan telegram memberikan selamat atas pencapaian dari debut self titled The Specials. Outfit ini begitu menyita perhatian banyak kalangan.
Chrysalis Records adalah gerbang dari awal ekspansi 2Tone, label tersebut mengakomodir pola kerjasama dalam distribusi dan kontrol total terhadap talenta yang diwakili oleh 2Tone sebagai imprint musik. The Specials sebelumnya menolak tawaran dari perusahaan lain dengan jumlah finansial lebih besar. Kesepakatan ini menghasilkan “ombak” yang lebih besar lagi dari 2Tone. Deretan roster kini bertambah, The Beat, The Selecter, Madness bahkan legenda dari kawah pendidikan Alpha Boys School (Jamaica) Rico Rodriguez merilis dua album solonya lewat 2Tone.
Cerita dalam tour yang dilakukan oleh The Specials maupun bersama para rosters penuh dengan suasana kemenangan dan kesenangan. Horace Panter menceritakan betapa merdekanya setiap gigs yang mereka rayakan, mereka melupakan laba dan membuat semua berdansa. Repertoire penuh gizi yang diambil dari debut album, mereka sajikan dengan penuh energi. Interpretasi dari Birth Control milik Lloyd Charmers lewat Too Much Too Young membuat padat dan membakar lantai dansa. Begitu juga dengan Gangster sebagai homage kepada Prince Buster. Nite Klub, Do the dog dan It’s up to you makin melengkapi energi yang dibagikan oleh para pemuda asal Coventry ini. Formula upbeat yang disajikan oleh The Specials adalah rupa dan suara dari langkah cerdas menyematkan lirik yang serius dalam ritme dansa tanpa henti.
Kesadaran yang dibawa oleh The Specials tentang keanekaragaman identitas dan usaha untuk membuat nya membaur, berhasil dipresentasikan lewat mood post punk.
Lynval Golding menjelaskan bahwa Reggae terlalu berat, penuh renungan bagi audiens kami, mereka ingin energi, dan sedikit melompat dengan ceria.
Dalam menghibur, The Specials tidak hanya menarik hati basis penggemar mereka sendiri. Saat melakukan tour bersama Trio legendaris The Police di beberapa kota di Amerika, The Specials kerap membuat Sting sang frontman trio ini merasa cemburu atas respons audiens selama tour. Paul Williams menceritakan ini di buku You’re Wondering Now:The Specials from conception to reunion yang ia tulis.
Memulai tahun 1980 an, ada salah satu catatan penting dari The Specials. Yaitu, “Ghost Town”, lagu protes yang puitis. Lirik yang amat mewakili pandangan atas kekacauan ekonomi dan keresahan atas situasi sosial di Inggris saat itu. Berdekatan dengan momen perilisan ini, The Specials “menarik” gerbong penggemar mereka untuk berduyun duyun menghadiri “The Northern Carnival Against Racism” di kota Leeds. Penggemar yang hadir seperti mengkonfirmasi ide besar The Specials soal keberagaman, dengan dominasi jumlah penggemar yang hadir dari latar belakang Afro-Karibia dan Asia. Lagu ini juga tercatat memuncaki posisi teratas tangga lagu Inggris selama berminggu-minggu pada tahun itu. Sebuah klimaks dalam rentang singkat pencapaian mereka.
“Ghost Town”, mengantarkan The Specials menjadi corong bagi banyak suara masyarakat saat itu. Membuat The Specials “sah” jadi bagian industri, mencatatkan sejarah mereka. Tetapi sekaligus memberikan tanda perpecahan nan rumit dari tujuh icon ini untuk dijabarkan. Begitu banyak catatan tentang para pemuda asal Coventry pasca perpecahan ini, percobaan untuk terus bertahan dalam musik, melanjutkan hidup, kisah tidak mengenakan sempat menghampiri mereka. Bahkan kabar duka atas wafatnya John Bradbury. Meski begitu, inspirasi dari The Specials lewat karya karya nya tetap hadir. Salah satu contoh, seperti kisah dari Saffiyah Khan.
Tahun 2008, The Specials melakukan tur reuni minus Jerry. The Specials kembali hadir merilis album “Encore” pada 2019 dengan tiga line up original, Terry dan Horace serta Lynval. Beragam review atas karya ini bertebaran. Kritik positif juga negatif, tidak ketinggalan banjirnya opini klasik dengan mantra “Jerry atau Terry”.
Encore kembali membawa The Specials dalam chart dan tetap membawa pesan pesan yang menjaga kesadaran, suara keberagaman dan tentunya tetap membuat berdansa.
Beberapa bulan setelah Encore, pemerintah kota Los Angeles menetapkan tanggal 29 Mei sebagai hari The Specials. Sebuah deklarasi atas inspirasi yang dibawa oleh legenda revivalis ska ini, outfit yang selalu membawa pesan keberagaman seperti logo monokrom milik mereka.
Walt Jabsco, logo 2Tone berasal dari foto Peter Tosh. Horace yang letakan ornamen “2” pada logo dan Jerry beralasan bahwa pose dan sosok Peter Tosh identik dengan sesuatu yang kokoh dan defiant. Seperti halnya The Specials, sejak empat puluh tahun menjadi pelopor dan kembali lagi dengan Encore. The Specials tetap relevan!
(sam)
Show Comments (0)