Tamu kultur kali ini adalah seorang produser terbaik dari Prancis, seorang beatmaker nan cerdas. Sejak belia ia sudah mengenal musik, sesuatu yang kemudian membuatnya sibuk dan tumbuh besar bersama. Cinta nya terhadap digital reggae begitu besar. Eksplorasi dan sentuhan nya perlahan menjadi signature dari nya. Lewat sambungan telepon, kami berkesempatan mewawancarai sosok yang kini menjadi salah satu aksi prominen dalam khasanah reggae dunia. Ia bercerita tentang album barunya, sebuah album berisi sejarah musik Jamaika yang dia kerjakan dengan penuh gembira. Juga bercerita tentang sekilas perjalanan musik nya, dan tetap memberikan semangat positif bagi sesama.
Terima kasih sudah bersedia kami wawancarai, ini adalah suatu kebanggaan bagi kami untuk mewawancarai salah satu figur penting dalam skena Jamaican musik di dunia. Pertama-tama kami ucapkan selamat atas dirilisnya “Manudigital meets All Stars Vol.1″, sebuah digital cover dari penyanyi-penyanyi Jamaican music terbaik dunia.
Bisakah dijelaskan latar belakang album ini, apakah kamu memilih lagu-lagu ini sendiri atau dipilihkan oleh Rastar Records?
Well, kolaborasi ini dimulai tahun lalu, saat masa karantina pertama di Perancis. Naciamaj Uhuru (keponakan dari Duckie Simpson; Black Uhuru) menghubungi saya lewat Facebook. Ia bercerita tentang Rastar Record, tentang katalog dan materi-materi yang belum dirilis dari banyak sekali legenda-legenda musik Jamaika. Ia meminta saya untuk membuat sebuah projek kolaborasi dan membuat rilisan baru dari pustaka Rastar Record. Awalnya, saya agak gimana gitu. Taulah kadangkala kamu mendapat pertanyaan atau permintaan yang aneh-aneh di media sosial (tertawa). Namun beberapa saat kemudian, saya dikirimi banyak sekali files, koleksi yang sangat massive. Beberapa diantaranya dalam bentuk track yang lengkap dengan musik original, lainnya lagi dalam bentuk acapella. Ada Yami Bolo, Mykal Rose, Gregory Isaacs, dan masih banyak lagi. Suatu hal yang WOW! bagi saya. Setelah itu bersama-sama kita secara selektif memilih hanya 12 track untuk album pertama ini, karena mungkin kita akan buat album kedua dan selanjutnya.
Ini tentunya hal yang sangat bersejarah, iya kan?
Tentunya! Benar sekali! Ini seperti, taulah, bagi saya (para artis di album itu) mereka adalah jagoan saya dalam skena musik reggae.
Kamu mendapat suatu kehormatan untuk membuka arsip berharga ini dan bebas untuk menginterpretasinya sendiri. Apa kira-kira garis besarnya dalam produksi ini?
Saya membutuhkan beberapa bulan untuk membangun ulang musiknya, mengkomposisi ulang dan menghabiskan waktu sebulan. Ini adalah lagu-lagu yang besar, getarannya luar biasa. Mereka yang menginspirasi saya untuk membuat musik. Saya banyak melakukan kolaborasi sebelumnya dengan artis-artis Jamaika juga. Namun projek ini berbeda. Ini tentang sejarah musik Jamaika. Ini adalah lagu-lagu (yang direkam) pada saat musik reggae sangat besar di Jamaika. Musik roots reggae di Jamaika saat ini telah berubah sama sekali. Kamu bisa lihat kebangkitan kembali artis roots dan dancehall hardcore saat ini. Dan yang terpenting bagi saya adalah bahwa projek ini bisa menjadi jembatan antara dua budaya, Jamaika dan Perancis.
Dan apakah kamu punya kenangan yang berkesan saat mengerjakan projek ini di studio?
Tentu saja (tertawa). Sangat mengesankan dan luar biasa saat membuka files, data vokal dari para legenda. Dalam track “The Soul of Ethiopia” oleh Gregory Isaacs, saya bersukacita dan gembira oleh getaran dan memori indah karena saya ingat, saya sekali waktu pernah menonton ia tampil di Perancis saat saya remaja. Saya lihat dia dengan banyak sekali kalung emas di lehernya. Dalam data file dan acapellanya itu saya bisa mendengar suara gesekan kalung-kalung itu saat ia menyanyikan refrain (tertawa).
Diantara lagu-lagu dalam rekaman Rastar ini, adakah yang menjadi favoritmu?
Well, saya suka semua track dalam album ini. Itulah alasan kenapa saya mau menggarapnya. Tapi saya suka “Yaad Through” oleh Mykal Rose karena saya seorang fans berat Black Uhuru. Sangat menyenangkan untuk mengerjakan track itu dalam versi saya. Juga “Make It In Time” dengan Akae Beka, suatu momen “gila” bisa mengerjakannya. Dan yah, Yami Bolo dan Junior Reid juga. Saya suka mereka semua.
Kami berpikir apakah benar Mykal Rose & Yami Bolo sangat menginspirasi mu?
Benar, mereka menginspirasi saya sedari dulu. Saya suka semua musik “Waterhouse style” dari sudut Jamaika. King Jammy. Mereka adalah bagian dari musik reggae. Sekali lagi, saya adalah penggemar “Waterhouse ” di era 1980 an. Saya menikmati semua jenis reggae ini. Bagian favorit saya dari musik reggae itu sendiri.
Mengenai Gregory Isaacs. Jika saja ia masih ada, apa yang akan kamu katakan padanya tentang versimu dari “The Soul Of Ethiopia?”
(Tertawa) Saya tak tau (tertawa) Saya tak tau. Terlalu banyak. Terlalu banyak pertanyaan yang ingin saya tanyakan padanya. Satu minggu belum tentu cukup untuk mendapat jawaban dari pertanyaan-pertanyan saya (tertawa) Tapi mungkin saya mau dengar bagaimana ia mengawali karirnya dari titik nol.
Dengan Mykal Rose dalam album ini dan sentuhan yang kamu berikan di “Cut Them Off” (reloaded) itu terdengar sangat Black Uhuru sekali. Apa lagu favoritmu dari Black Uhuru? Dan akankah ada rilisan versimu dari situ?
(tertawa) Susah untuk memilih! (tertawa) Black Uhuru adalah salah satu band reggae terbaik di dunia dan mereka sangat spesial bagi saya. Kita belum pernah melihat lagi band seperti mereka hingga kini kan? (senyum) “What is life?”, “Happiness,” “Guess who’s coming to dinner” dan “Solidarity.” Saya berharap bisa meremixnya (tertawa). Mungkin saja, kita tidak pernah tau kan? (tertawa).
Okay, bisa ceritakan apa yang awalnya menuntunmu pada musik?
Pertama kali? Okay. Saya mulai bermusik saat usia 12 tahun. Saya belajar gitar pertama kali karena kakak saya (Pokito yang juga turut mendukung Manudigital dalam album ini-red) bermain gitar. Dan saya berusaha menirunya dengan gitar (tertawa). Tapi setelah beberapa bulan, ia bilang saya untuk mengganti instrumen dan menganjurkan saya bergabung dalam sebuah band yang memainkan cover version dari band seperti Nirvana, Rage Against The Machine, Metallica, dan Iron Maiden. Setelah itu saya bergabung dengan band lain yang memainkan musik reggae. Saya dapat beberapa kaset Bob Marley dan Black Uhuru juga dari band ini. Tapi itu bukanlah band untuk tujuan profesional. Tapi para anggota band ini saat ini berkarir melalui musik mereka yang juga masih berhubungan dengan musik reggae di Perancis.
Sebuah perjalan, begitu?
Yah, saya kira begitu.
Dan apakah betul kalau kamu pernah sekolah musik jazz?
Ya, betul. Saya sekolah di “American School of Modern Music” di Paris. Itu beberapa tahun setelah saya pertama kali belajar musik. Keluarga saya yang menyarankan (saya) untuk sekolah musik setelah saya memberitahu mereka kalau saya mau musik sebagai jalan hidup saya. Dengan bekerja sedikit saya bisa menyisihkan uang untuk membayar sekolah. Jadi yah, saya menikmati masa empat tahun di sekolah musik. Menarik, saya belajar banyak hal tentang jazz, tapi saya bukanlah seorang “jazzman” (tertawa).
Bisa kita dengar sesuatu yang kamu pelajari dari sekolah musik jazz dalam karyamu?
Di sekolah itu tidak melulu tentang impresi musikal. Ia juga memberi pemahaman tentang bagaimana masuk ke dalam dunia bisnis musik dan juga bagaimana bersikap disiplin sebagai seorang musisi.
Sebuah sikap?
Yup, sikap. Sebelum saya bersekolah. Bagi saya, sudah cukup saya memainkan bass 2-3 hari seminggu. Semuanya mulai berubah sejak saya bersekolah. Saya terus berlatih materi dari sekolah hari lepas hari. Terus fokus dengan musik, dengan ide-idemu. Semua hal tentang musikmu.
Sebagai seorang pemain bass, dalam membuat karya apakah selalu diawali dengan “bassline?”
Tidak selalu. Bisa dari apa saja. Drum pattern, keyboard, dan mungkin juga dari bersenandung.
“Digital Pixel” adalah sentuhan berkelas dari Manudigital bagi saya, kita bisa garis bawahi “Saudade” (Flavia Coelho), “Look at The Tree” (Errol Dunkley), “Already Midnight” (Marina P) dan “Politiks Man” (Soom T) juga “Crazy” (Taiwan MC) Bisa ceritakan tentang solo debut mu ini?
Terima kasih banyak, Ya, ini adalah awal dari karir pribadi saya. Sebelumnya saya hanya memproduseri musik untuk beberapa artis. Juga menjadi musisi pengiring untuk banyak band sebagai pemain bass atau keyboardist di berbagai gigs. Lalu sebagai personil dari sebuah band reggae Perancis bernama Babylon Circus. Saya membuat “Digital Pixel” hanya dalam waktu sebulan. Sangat cepat memang. Minggu pertama, saya selesaikan semua komposisinya. Berikutnya sangat mudah karena saya kenal semua artisnya secara personal (kecuali Errol Dunkley), mereka semua sahabat saya. Kemudian saya membuat sedikit perubahan di musiknya sesudah sesi vokal dengan para penyanyi. Lalu ke studio mixing dan jadilah semua. Tapi, “Digital Pixel” merupakan anak dari pemikiran saya untuk melihat prospek karir seperti apa yang harus saya jalani. Saya ingin mencoba jalan baru dalam perjalanan musik saya. Saya berpikir jika debut ini tidak berjalan mulus maka saya akan memutuskan menjadi musisi pengiring saja untuk artis lain.
Sebuah energi lain dari Manudigital tapi inilah kamu sekarang.
(tertawa) Yeah, ini saya. Ya dengan energi yang berbeda.
Bekerja dengan banyak artis dalam kolaborasi adalah sesuatu yang membuat karyamu mempunyai gaung yang lebih luas. Bagaimana kamu mengawalinya? Apakah kamu mencari penyanyi untuk musikmu? Ataukah kamu membuat musik untuk penyanyi yang kamu suka?
Menarik! Saya suka membuat versi instrumental. Saya buat satu atau dua versi instrumental di studio setiap harinya. Setelah seminggu saya coba memilih yang terbaik, menyeleksi dan mengkompilasi bagian ini dan itu. Lalu ketika semuanya sudah selesai, saya kirim versi instrumentalnya ke si penyanyi atau saya ke studio bersama si penyanyi untuk merekam lagu. Kemudian kembali lagi ke studio saya untuk memberi sentuhan ulang. Kadangkala interpretasi dari si penyanyi berbeda dengan vibrasi yang saya buat di dalam lagu. Namun hal ini selalu memberi saya inspirasi yang berbeda. Antara musik dan vokal bukanlah soal “musik di sebelah kiri dan vokal di kanan”. Sangatlah penting untuk menjaga hubungan antara musik dan vokal. Untuk menciptakan musik yang dapat melingkupi vokal adalah dengan cara mengangkat kekuatan vokal melalui musiknya.
Kamu juga adalah salah satu ‘roster’ dari sebuah label besar Jamaican sound “X ray Production.” Apa yang membuatmu bahagia menjadi bagian dari mereka?
(tertawa) Dalam musik kamu punya dua bagian yang berbeda. Relasimu dengan musik dan relasimu dengan bisnis. Dalam hal ini, saya tidak mau dan tidak pernah mencampuradukkan keduanya. Saya senang menjadi bagian dari mereka karena mereka selalu menolong saya melakukan yang terbaik dalam relasi saya dengan musik dan membiarkan mereka melakukan bisnis untuk saya. Saya merasa terhormat menjadi bagian dari keluarga ini. Semua “roster” di sini saling mengenal satu sama lain, dan ini adalah keluarga bagi saya.
Pertanyaan terakhir, berkaitan dengan situasi yang kita hadapi saat ini. Apakah ada saran yang hendak diberikan bagi para fans mu di Indonesia?
Membuat musik dan membuat orang bahagia adalah hal yang sangat penting bagi saya. Namun saya tidak tahu apa yang akan terjadi beberapa tahun ke depan. Mungkin solusi terbaik haruslah lebih dari sekedar vaksin. Tapi saya ingin katakan untuk seluruh sahabat saya di Indonesia untuk tetap bersikap positif, tetap kuat dan pastikan bahwa masa depan selalu akan baik untuk kita semua.
(reporter:sam,translation:yedi)
Show Comments (0)