Sebuah tulisan spesial dari tamu spesial kami, Bagus Nuswantoro. Ia adalah mantan jurnalis TV Swasta yang kini bekerja lepas di balik layar bidang audio-visual. Memoir mini dalam rubrik “Issue” ini bercerita tentang salah satu garis keturunan dari keluarga Marley. Selamat membaca!
Jo Mersa Marley adalah satu di antara generasi penerus Legacy legenda musik reggae dunia, Bob Marley, yang baru saja berpulang di penghujung tahun lalu, tepatnya 27 Desember 2022 di usia 31 tahun. Joseph “Jo” Mersa Marley merupakan anak dari Stephen Marley, ia mengikuti jejak ayahnya yang terkenal sebagai musisi reggae pemenang Grammy Award dan anggota dari Ziggy Marley and The Melody Makers. Sebagai generasi ketiga dalam trah keluarga Marley, semasa hidup Jo Mersa teguh melanjutkan spirit warisan para pendahulunya.
“Anda akan selalu mendengar hal-hal seperti itu dan selalu berhasil membuat anda tersenyum. Karena anda akan melihat kembali kemiripan itu, tidak cuma mendengarnya, tetapi anda juga akan melihat kembali Kakek, dari sang Anaknya dan kemudian pada Cucunya. Pengaruh itu memang saya lihat begitu kuat nampak di Ayah saya, dan apa yang juga saya lakukan sekarang adalah juga hasil dari begitu besarnya pengaruh itu, fitur wajah yang mirip atau memang serupa… Ya Anda tahu itu, banyak orang yang sering mengatakan “Kamu adalah Bob!”, itu adalah hal yang diwariskan beliau kepada Cucunya, bagaimana perangainya, anda tahu itu. Itu adalah bagian keluarga kami, dan itu sesuatu yang normal bagi saya, dan itu special” — petikan dari wawancara Reggaeville dengan Jo Mersa Marley di tahun 2021.
—- Jo Mersa Marley : On Marley music’s frontline (interview):
(sumber Arsip youtube Onstage TV)
Mengusung nama besar Marley di belakang namanya, tidak lantas membuat Jo Mersa menjadi pribadi yang Adigang-Adigung-Adiguna, atau seperti kebanyakan anak-anak para pejabat pun konglomerat nan arogan dengan berjuta privilege. Terbukti dengan segala fasilitas dan kemudahan akses yang bisa saja dengan mudahnya dia peroleh melalui keluarga besarnya, Jo Mersa memilih tetap fokus untuk mendalami ilmu dalam bermusik. Setelah menamatkan sekolahnya di Palmetto High School, Jo Mersa melanjutkan studi tentang studio engineering di Miami Dade College, demi memperdalam serta mempertajam kemampuan untuk perkembangan karir bermusiknya.
Terlahir dalam trah keluarga Marley, memupuk karier musik Jo Mersa Marley sedari dini. Bermula dari seorang anak kecil yang bernyanyi bersama ayahnya (Stephen Marley) di atas panggung dan di studio, Ia kemudian berproses menjadi seorang musisi kelas dunia.
—- Jo Mersa kecil (6 tahun) saat rekaman membuat musik di studio bersama ayahnya, Stephen Marley :
(sumber Arsip youtube Tuff Gong Television)
Saat masih menjadi pelajar di sekolah menengah, Jo Mersa sudah menulis dan merilis lagu bertajuk “My Girl” pada tahun 2010. Tekad kerasnya pun terus berlanjut. Empat tahun sesudahnya, Mersa pun memulai karier rekaman solonya dengan EP debutnya bertajuk “Comfortable” yang dirilis pada tahun 2014. Pada tahun 2021 silam, dia kembali merilis EP keduanya yaitu “Eternal”, di mana di dalamnya juga menampilkan termasuk single “Made It” dan “No Way Out” yang . Dalam perjalanan kariernya, Jo Mersa Marley juga sempat menyumbangkan lagu “Strictly Roots” untuk band reggae Morgan Heritage, di mana merupakan pemenang Grammy 2015 untuk kategori album reggae terbaik.
— Aspen 82 INTERVIEW dengan Stephen Marley dan Jo Mersa di studio KSPN FM untuk Kitchen Concert Series :
(sumber arsip youtube Aspen Daily News)
Joseph Mersa Marley terlahir di Kingston, Jamaika pada 12 Maret 1991 dan tumbuh besar di Miami, Florida. Meski kepergian Jo Mersa Marley yang terlalu dini seakan merampok musik Reggae dari seorang seniman yang sedang berjalan di jalannya sendiri. Namun, Legacy spirit Marley telah berhasil ditebarkan oleh Jo Mersa dengan cara dia sendiri dan abadi!.
Berikut adalah lima lagu perjalanan karya Jo Mersa yang mungkin bisa kamu nikmati, sembari mengenang beliau:
My Girl adalah debut Jo Mersa dalam industri musik. My Girl ditulis oleh Jo Mersa, ketika usianya yang masih cukup belia dan seolah menjadi langkah awal pencarian jati diri dalam perkembangan musiknya di kemudian hari. Dalam lagu My Girl, Jo Mersa berkolaborasi bersama sepupunya, Daniel Bambaata Marley yang merupakan anak sulung dari David Nesta “Ziggy” Marley.
Ibarat buah yang jatuh tak jauh dari pohonnya, Marley-esque memang begitu kental melekat pada diri Jo Mersa. Alunan terompet, denyut petikan bass yang bertubi-tubi, dentuman Nyahbingi yang bergema di awal lagu, eksplorasi lirik, terkesan begitu terpengaruh dengan style dari Ayah dan juga Kakeknya. Namun, Jo Mersa berhasil menggabungkan dan menemukan cara sendiri dalam merangkai sebuah komposisi lirik dan musik yang soulful nan apik serta penuh semiotik pada Rock and Swing.
Kehidupan ghetto yang keras, lekat dengan kemiskinan dan criminal, seringkali menjadi komoditi untuk kepentingan politik. Rock and Swing adalah gambaran visi Mersa akan kehidupan masyarakat ‘ghetto' yang lebih baik dan layak. Dia membayangkan kehidupan orang-orang yang dilanda kemiskinan pada akhirnya dapat terbebas dari kehidupan yang keras dan penuh perjuangan.
Rock and Swing adalah satu dari beberapa track yang terdapat dalam EP “Comfortable” milik Mersa yang dirilis pada 2013. EP Comfortable diproduksi oleh Mersa sendiri, bersama Ayahnya (Stephen Marley) dan juga Llamar Brown.
Gen Marley yang melekat kuat di tubuh Mersa tidak perlu diragukan lagi. Warisan nilai-nilai filosofi tentang hidup, seperti pandangan akan vulnerable bukanlah sebuah aib, melainkan sebagai salah satu kunci kekuatan untuk mengenali diri yang diajarkan mendiang kakeknya tetap dipegang teguh olehnya. Hurting Inside ibarat sebuah catatan atau dokumentasi personal Jo Mersa tentang proses menggali makna kebahagiaan dalam perjalanan hidupnya. Melalui Hurting Inside, Jo Mersa mencoba mengajak berkontemplasi dan menggali makna sebuah kebahagiaan di dalam diri yang bisa saja perlahan terkikis oleh masalah hidup.
Beat yang energik dipadu dengan lirik melankolis yang penuh atmosfer introspektif, seakan menjadi sebuah kombinasi yang indah dalam lagu yang diproduksi oleh Ghetto Youths International dan dirilis pada tahun 2018 ini. Apalagi karakter lantunan vocal Mersa dibalut dengan rangkaian melodi yang harmonis, seolah bernostalgia akan mendiang Bob Marley. Tak heran bila dalam Hurting Inside, Jo Mersa cukup kuat merepresentasikan Marley-esque kepada para penggemarnya.
Menginduk pada spirit akar di keluarga Marley yang selalu menyuarakan tentang perlawanan terhadap ketidakadilan. Burn it down adalah adaptasi semangat yang coba dikobarkan kembali oleh Jo Mersa. Bersama sepupunya Yohan Marley, dia bersinergi dalam barisan rima dan irama reggae dancehall up-tempo. Melalui lagu yang dirilis pada 6 Mei 2019 oleh Ghetto Youth Internationals, keduanya mencoba menyuarakan perlawanan akan kekuasaan, korupsi dan keserakahan. “burn them entirely to the ground!”.
“Made it” adalah track keempat yang ada pada EP Eternal Jo Mersa. Bersama Kabaka Pyramid, dia mencoba menyajikan metafora berupa impian sebuah keberhasilan yang akhirnya diraih melalui sudut pandang kelas pekerja. Irama ketukan summer jam style yang hangat merambat berpadu dengan barisan kata-kata yang penuh pesan terselubung dari Jo Mersa tatkala bergulat dengan depresi, ketakutan akan kekecewaan orang-orang disekitarnya, dan bagaimana dia mencoba mengatasi keterpurukan atas beban yang harus ditanggungnya sebagai bagian dari nama besar Marley ketika merintis karir musiknya.
Pada akhirnya Jo Mersa “Made it!” with his own way!. Dia berhasil menjadi warna sendiri di antara jajaran pengusung nama belakang Marley. Made it menjadi track yang cukup menggugah di antara tujuh lagu yang terdapat pada EP Eternal milik Jo Mersa yang dirilis di tahun 2021.
“Let me call my job and tell them to find a replacement because I made it…pack my things up and move out of the basement”.
Yes you’ve Made it, Eternally!
(Text: Bagus Nuswantoro, Editor: Sam)
Show Comments (0)