Sang Empu Reggae Indonesia, Tony Q kembali merilis album terbaru bertajuk Republik Mafia pada bulan Agustus kemarin. Sejak 1989 ia tetap konsisten bagai mata air yang tak pernah kering dalam mengalirkan kreasi, menyegarkan dan menyuburkan reggae tanah air. Ini merupakan album studio yang ke 13 setelah sebelumnya: Rambut Gimbal, (1996), Gue Falling In Love (1997), Damai Dengan Dengan Cinta (2000), Kronologi (2003), Salam Damai (2005), Anak Kampung (2007), Presiden (2009), Akustik Kurang Tambah (2010), Membentang Sayap (2012), Menjemput Mimpi (2014), Gembira Adalah Obat (2018) dan Guru (2019).
Album ini diproduksi oleh Tony Q secara independent dan telah tersedia di platform digital. Proses kreatifnya terjadi di dua negara yakni Australia dan Indonesia. Lagu Melayang Lagi bahkan secara khusus terinspirasi dari perjalanan penerbangan melintasi dua negara Ini. Sementara itu proses rekaman studio melibatkan dua team session player di dua tempat yakni Canggu, Bali dan Bulungan, Jakarta. Ada sebanyak empat lagu (Tragedi, Bali Asik, Terus Belajar, Kasmaran 420) yang direkam di Bali, sementara lima lainnya (Ora Sudi Maning, Republik Mafia, Melayang Lagi, Sisa Rindu, dan Nana Sajalah) direkam di Jakarta.
Fakta unik lainnya adalah ternyata semua proses rekaman itu dilakukan on the spot di studio tanpa ada sesi latihan sebelumnya. Tak ada seorang player pun yang tahu lagu apa yang akan direkam. Semua bagan track dirancang sendiri oleh mas Tony yang selanjutnya secara bersama mencari komposisi akhir yang dirasakan pas saat berada di studio. Metode ini memang telah dilakukannya sejak tahun 2003 ketika memutuskan untuk bersolo karir. Menurut pengalaman sebelumnya bersama Rastafara, apa yang dilatih seringkali terlupa saat sesi rekaman, oleh sebab itu cara seperti ini memang yang terbaik menurutnya. Selain itu di tengah gempuran teknologi yang massive saat ini mas Tony masih tetap mempertahankan teknik ‘analog.’ Semua sesi track gitar bass, brass section, gitar dan drum dimainkan secara live oleh manusia tanpa plug in artificial instrument digital. Hal ini demi menghasilkan suara yang lebih organic atau alami.
Saat ditanya mengenai inspirasi atau makna di balik setiap lagu dalam album ini, terutama beberapa yang bernada sarkastis dan kritis seperti Republik Mafia, Tragedi dan Ora Sudi Maning, mas Tony dengan diplomatis menjawab bahwa sebuah karya ketika sudah masuk ke ranah public maka otoritas interpretasi menjadi milik pendengar. Ia menyerahkan pemaknaan itu secara bebas kepada para fansnya. Namun ia tidak menampik bahwa lagu-lagu tersebut memang terinspirasi dari kegelisahaan terhadap realita sosial dan politik dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana kebijakan-kebijakan politik dan birokrasi seringkali berbenturan dengan kesejahteraan dan ketentraman rakyat jelata.
Lagu Tragedi dengan nuansa fabel alegoris ternyata terinspirasi dari akumulasi dua pengalaman kehilangan, yakni kehilangan kepercayaan, cinta dan respect kepada para pemangku kebijakan yang telah memporak porandakan demokrasi dan konstitusi serta juga pengalaman kehilangan karena kecurian alat music yang dialami mas Tony saat melakukan tur. Dengan penuh canda tawa mas Tony menceritakan pemaknaan lain dari lagu ini oleh seorang fan yang merasa relate dengan kisah percintaannya. Ketulusannya yang dipermainkan sang kekasih diibaratkan seperti cinta yang telah dicuri oleh anjing.
“Cintaku dicuri anjing. Babi-babi dan monyet-monyet ikut membantu, Tikus-tikus juga ingin menikmati, ular serta buaya senang sekali”
Lagu atau nyanyian bagi mas Tony merupakan media syiar untuk menyampaikan nasihat yang bukan hanya ditujukan untuk mengingatkan orang lain tetapi juga diri sendiri agar tetap mawas diri dan tak tersesat. Menurutnya lagu-lagu itu begitu keluar akan berbalik pada dirinya sendiri sebagai sarana kontrol untuk tetap berintegritas.
“Apakah mas Tony pernah ditawari menjadi wakil rakyat?” Sambil tersenyum ia menjawab: “Tidak mempan, kita main untuk partai politik tertentu tapi kita selalu menolak.” Ia memilih menjauh dari kekuasaan agar tetap bisa menjalankan perannya sebagai musisi yang menyuarakan suara rakyat dengan fair.
Nana Sajalah, salah satu track dalam album ini sepintas mirip secara judul dan isi dari single Langensuko, band reggae asal kota Salatiga berjudul ‘Nananana’ (2018). Apakah ada hubungan intertekstual? Mas Tony mengaku belum pernah bersinggungan dengan lagu itu sama sekali dan apa yang terjadi adalah kebetulan semata. Tak ada seorang musisi pun yang tak terinspirasi dari Musisi lain namun plagiarism adalah hal yang pantang dilakukannya. Sebelum bermusik mas Tony berkisah sempat menjadi penjual kaset sehingga memiliki banyak referensi. Preferensinya luas, tak hanya reggae saja tapi juga Dangdut, Gamelan, dan music rock seperti The Beatles, Led Zeppelin, Rolling Stones dan System of Down.
Track, Ora Sudi Maning’ menjadi highlight yang menekankan singularitas karya-karya Tony Q yang selalu menginfusi unsur etnik dan tradisi dalam repertoirenya. Lagu ini diciptakan di Melbourne. Menurutnya saat berada di tanah Rantau ia jadi semakin mencintai jati dirinya sebagai orang Jawa dan merasa bangga karenanya.
(Yedi)
Show Comments (0)