Shaggydog: Cerita Dari Sayidan

Band ini memiliki banyak catatan menarik, achievement, popularitas dan tentunya jumlah penggemar yang massive. Berawal dari sebuah gang sempit dan gelap di sudut kota Yogyakarta, lahir pada era yang sama sejak ska perlahan hadir di Indonesia, mereka konsisten melahirkan karya, hingga kini tahun 2020 mereka tetap berdiri, tetap penuh semangat dan sepertinya akan tetap menambah “catatan” untuk blantika musik Indonesia. Dengan riang, Kultur sedikit merangkum sebuah cerita yang harus kita dengar. Cerita dari sebuah gang gelap di balik ramai nya Yogya!

Kilas balik pada tahun 2010, kultur sempat melakukan “tour” yang dipandu langsung oleh sang frontman, Heruwa. Membonceng kultur dengan motor hitam nya, kami menelusuri setiap sudut dari sebuah gang yang begitu fenomenal. Lengkap dengan cerita details kisah kisah yang lahir dari gang gelap ini, tentang bagaimana mereka bercengkrama, berbagi cerita dan cita cita, juga bersama-sama berbagi tegukan sepanjang malam.

“Bila kau datang dari selatan, Langsung saja menuju Gondomanan, Belok kanan sebelum perempatan, Teman-teman riang menunggu di Sayidan”,

Penggalan lirik dari Shaggydog ini menjadi panduan direksi sederhana jika hendak menuju wilayah Sayidan, yang dulunya menjadi melting-pot dari sekumpulan musisi lintas genre. Lengkap dengan ritual kebersamaan nya.

Bandizt sebagai salah satu penduduk asli Sayidan berkisah, “Dulu, ketika kami nongkrong banyak sekali kejadian yang unik. Seperti berkelahi, dikejar aparat, menyaksikan adegan ala “Tom and Jerry” antara transpuan dengan Satpol PP, hingga terlelap di jalanan sampai jelang matahari terbit akibat terlalu ‘melayang’“. Raymond, Richard, Lilik, Yoyo serta Heruwa sebagai anggota tetap dari “The Sayidan Clan” memverifikasi kisah dari Bandizt ini.

Pada medio tahun 1996, Bandizt, Raymond, dan Aji memantapkan diri untuk membentuk grup band. Raymond lalu menggaet (rekan satu sekolahnya saat SMA) Heru dan teman sekampung nya, Lilik. Sementara Bandizt mengajak saudara nya, Richard (yang juga warga lokal distrik Sayidan).

Muasal nama “Shaggydog” terinspirasi dari judul sebuah film. Saat awal, mereka belum memainkan ska. Perkenalan mereka kepada ska berawal saat mendapatkan sebuah kaset tape dari legenda asal Coventry, The Specials. Momen ini terjadi melalui pertemuan dengan Wiro (salah satu sosok dalam skena ska Indonesia yang tergabung dalam outfit brass band, Sentimental Moods) yang meminjamkan kaset tersebut. Dengan penuh keyakinan, mereka memilih ska sebagai pondasi dari band ini, meski saat itu ska masih asing di telinga penikmat musik tanah air. Melengkapi line up matang dalam menampilkan komposisi ska, mereka merekrut Tomi, Iron, dan Indra mengisi departemen instrumen tiup.

Langkah permulaan ditandai dengan karya orisinal mereka berjudul “Room”. Lagu ini dirilis lewat sebuah kompilasi lintas genre “United Underground” pada tahun 1998. Namun, baru saja lagu “Room” dikibarkan, Aji memutuskan undur diri dari band. Bandizt dan Richard menemukan pengganti posisi vital ini, mereka merekrut Yoyo. Figur yang sering mereka jumpai di sebuah studio musik di kawasan Universitas Gadjah Mada. Saat itu Yoyo tergabung dalam band cadas, Brutal Corpse (salah satu band yang juga turut serta dalam kompilasi United Underground). “Pada awalnya, saya dapat teguran karena pukulan saya terlalu kencang” kenang Yoyo saat pertama kali mereka latihan. Bisa dimaklumi, perpindahan dari hyper beat drumming ke alunan dansa juga bukan perkara mudah dan butuh proses adaptasi.

Proses berkarya terus berlanjut, kehadiran Yoyo sebagai “tub-thumper” cermat menjaga beat menjadi penandanya. Line-up ini langsung menghasilkan lagu “Kecoa”, terinspirasi dari banyaknya kecoa di rumah Heru saat itu. Disambung dengan dirilisnya debut album berjudul “Untitled”. Dengan formula bermacam inspirasi dari masing masing personil yang tertuang di album ini, lirik yang representatif bagi banyak pendengar dan komposisi musik tak terbatas membuat album ini begitu kuat. Dengan artwork yang dikerjakan oleh Ipang dari Kolektif Seni Bedebah album ini dirilis pada tahun 1999. Tak lama berselang, tahun 2001 mereka melanjutkan sophomore effort lewat album “Bersama”. Album dengan cover penuh kesan, menampilkan sepasang dua anak kecil (kakak dari Heruwa) dan tentunya musik yang makin padat. Secara mandiri, album ini dikerjakan dengan penuh daya dan makin melebarkan langkah mereka lebih jauh.

Pada tahun 2003, sebuah label dari Jepang merilis salah satu lagu shaggydog dalam format kompilasi. Proyek ini menyertakan banyak outfit ska asal Asia, termasuk beberapa outfit tanah air lain nya. Kompilasi ini berjudul “Asian Ska Foundation”. Seperti sebuah jalan yang makin terbentang lebar bagi pemuda pemuda yang berawal dari sebuah gang gelap bernama Sayidan, mereka terus melanjutkan langkah-langkah nya.

Kini langkah itu berwujud tour lintas benua, Australia, Eropa dan Amerika. “Pengakuan” pun makin banjir bagi mereka, baik dari khalayak musik yang melahirkan doggies (sebutan bagi devoted fans mereka) yang begitu massive.

Bahkan salah satu panutan musik nasional Rolling Stones Indonesia dikemudian hari menasbihkan lagu “Di Sayidan” kedalam daftar “150 Lagu Indonesia Terbaik”.

Hal ini, tentu tidak hadir dengan mudah begitu saja. Tekanan sejak awal perjalanan mempengaruhi mental masing masing personil untuk terus berjalan. Keraguan bahkan sinisme menghampiri mereka. Raymond mengenang, “Nanti besar mau jadi apa? Kerjaannya nongkrong terus”. Heruwa mengingat sebuah kejadian sambil terkekeh, “Pernah sampai ada yang kirim surat ke kami dari kota X hingga 3 lembar banyaknya” sebagai respons atas langkah Shaggydog bergabung dengan major label pada tahun 2003. Tidak heran, bahwa hal ini menjadi salah satu variabel penting dari kecintaan doggies (penggemar mereka) kepada Shaggydog. Selalu menginspirasi. Dan, Ya! Shaggydog terus melangkah di jalan yang makin terbentang.

Album “Hot Dogz” menjadi penanda logo resmi shaggydog. Ikon kepala seekor anjing bernama “Rude Dawg” hasil lukisan tangan dari Mimi salah satu rekan dari Ipang (ilustrator album “Untitled”). Album ini dirilis pada tahun 2003 lewat major label. Hal ini terbukti mendorong langkah Shaggydog makin cepat kedepan. Lewat banyak stasiun TV, video musik lagu “Anjing Kintamani” tersebar makin luas ke seluruh nusantara. Lagu “Di Sayidan” seperti menjadi best-cut pada album ini, yang juga berperan mendorong langkah Shaggydog terus berjaya.

Personil Shaggydog kini sudah tidak lagi tinggal di gang Sayidan namun begitu, nama gang ini selalu melekat bagi Shaggydog. “Sampai saat ini, masih banyak doggies (sebutan untuk fans Shaggydog) dari luar kota yang mengira kantor dan tempat berkumpulnya kami masih di Sayidan” ungkap Lilik menceritakan. “Semenjak tahun 2004, setelah kami kembali dari tour di negeri Belanda, kami telah memiliki kontrakan masing-masing. Dan sudah jarang nongkrong lagi di Sayidan”, begitu Bandizt menjelaskan. “Doggy House” label milik Shaggydog terletak di Jl. Nogosari, disinilah mereka sekarang berkumpul. Tak hanya bagi penggemar, kalangan pemerintahan pun pada akhirnya memberikan perhatian khusus untuk kampung ini. “Semoga menjadi desa wisata berbasis budaya” sahut mereka berenam dengan kompak.

Shaggydog masih terus melesat. Mereka tetap berkumpul, berdansa, dan siap menembus malam tertawa riang bersama teman teman. Kepada sebuah capaian yang bermula dari Sayidan, Angkat sekali lagi gelasmu kawan!
(penulis:keyko, editor sam)

  • Show Comments (0)

Your email address will not be published. Required fields are marked *

comment *

  • name *

  • email *

  • website *

You May Also Like

Lovers Rock

Sekilas Kisah Hibrida Reggae

Leslie Kong

Sosok pemilik naluri bisnis yang tajam dalam khasanah musik Jamaika.

Founding Fathers (Jamaican Sound System Culture) Pt. 1

Kultur sound system, sebuah pengantar