Wiro (Part 3 of 3)

Semburat Gugus Gembira Nusantara

Bagian terakhir dari 3 seri wawancara kultur dengan Wiro, salah satu scenester ska tanah air. Pelaku sejarah dan bagian dari para pencetus gerakan kolektif dari skena ska Indonesia, seperti Skartefak-Jakarta Ska Foundation dan ISC (Indonesian Ska Connection). Serta seorang produser dan pemain gitar untuk salah satu outfit ska penuh infusi yang dimiliki oleh Indonesia, Sentimental Moods. Pada sesi ini, kami merangkum cerita Wiro tentang band nya ini.

Gugus Gembira Nusantara

Penyebaran ska di Indonesia begitu unik, banyak outfit musik tanah air memainkan ska dengan karakter musik yang identik dengan masing-masing ‘gelombang’ gerakan ska di dunia. Dari Jakarta, legenda Sixtols dengan spirit dan budaya skinhead yang penuh, memainkan ska. Lalu dari kawasan timur Jakarta pada medio 1990 an, Skalie menjadi salah satu band besar di era itu dengan nuansa 2Tone. Kemudian tak terlalu lama setelah mereka, sekelompok pemuda dengan nama Artificial Life menggabungkan esensi ska dari dua pendahulu mereka. Hingga kini, nyaris dari berbagai penjuru negeri begitu banyak unit ska yang hadir memberikan warna dan jiwa mereka bagi perkembangan musik ska tanah air. (sedikit catatan kultur) Sebagai contoh absolut adalah Shaggydog, kumpulan para panutan skena asal kota Yogyakarta (yang sejak awal ska masuk di Indonesia) masih bertahan hingga kini dan terus membakar lantai dansa. Lalu, Youngster City Rockers (Malang), The Gravelites (Salatiga), Holygrass (Lampung), Pesona besar dari Jakarta juga tetap hadir, seperti The Caltonette Serenade, Monkey Boots dan High Moon hingga Solois Denny Frust.

Sehubungan dengan referensi musik ska ini, Wiro menjelaskan pilihan nya. Tidak mudah baginya untuk menerima perubahan karakter dari banyak gelombang ska di dunia. Ia menceritakan, meski Desmond Dekker dan Judge Dread sempat masuk di Indonesia dan menjadi referensi. Namun ia lebih memilih generasi awal 2Tone sebagai sumber musiknya.

“Iya, pilihan saya (sepertinya juga banyak Skinhead di Indonesia era 95an) jatuh ke The Specials, Madness, The Selecter dan Bad Manners

Wiro juga berkesimpulan bahwa saling terhubung nya kultur Punk, Skinhead dan Jamaican Music merupakan sesuatu yang ia nikmati sebagai variabel dari musik ska di tanah air. Ia mengaku lebih berkenan disebut sebagai skinhead wannabe. Ia beralasan, skinhead sebagai sebuah kultur begitu luas mengapresiasi musik. Wiro juga mengingat bahwa ia kerap mendatangi beberapa jaringan skinhead yang ada di Indonesia. 

“(untuk) pendalaman bukan cuma sekedar musik tapi ‘way of life’ saya sering mondar mandir hangout di kota lain yang ada tongkrongan Skinhead nya dan mungkin dianggap paling keras gaya hidupnya seperti di Meruya Barmy Army Jakarta Barat, South Sex Guret Jakarta Selatan, Realino Yogyakarta dan Sayidan Crew Jogjakarta, Sriwedari Bootbois Solo, PI Crew Bandung, Singosari Bootboist dan Mitra II Crew Malang, serta Skin N Punk Telkom, Bogor.”

Dari sini ia banyak menyerap berbagai dinamika tentang skinhead itu sendiri dan ska. Dia meyakini bahwa “adopsi yang kemudian diadaptasi” dalam skena ska ini tentu akan banyak polemik. Ia dengan riang tertawa menjelaskan

“Buat saya ‘Way of Life’ ga harus (tentang) fashion, karena selain ini budaya impor yang “diadopsi kemudian diadaptasi”, buat saya fashion itu nomor sekian. Walau seharusnya fashion sebagai identitas (bisa) lebih merujuk. Ya paling nggak gara-gara Skinhead lah di Pasar Tanah Abang sempat di banjirin clothing Fred Perry versi KW”

Semburat Instrumentalia Sentimental

Berikutnya, kami bertanya bagaimana ia akhirnya terlibat dalam Sentimental Moods, salah satu outfit ska kenamaan yang dimiliki Indonesia. Band ini terbentuk saat Daniel (Baritone Sax) dan Beni (Drums) bertemu. Daniel saat itu adalah salah satu crew dari band legenda penuh pesona White Shoes and The Couples Company (WSATCC) dan Beni masih intense bersama band legendaris The Upstairs. Edo (Bass) dan Yurie (Saksofon) rekan Daniel saat masih bersama veteran ska Es Coret melengkapi line up pertama ini. Line up yang akhirnya mencetuskan ide untuk membentuk Instrumental Ska.

“Mungkin referensi dari Beni yang membawa saya bergabung dengan Sentimental Moods, walau Yurie awalnya pesimis. Karena menurutnya saya lebih banyak membawa masalah dan membuat kekacauan pada banyak gigs” Wiro menjelaskan sambil tertawa.

Ia juga menjelaskan, sejak 2008 hingga 2013 Sentimental Moods hanya punya agenda keluar masuk studio latihan sebagai proses rekrutmen untuk melengkapi divisi brass. “Gilak! 5 tahun ngeband, kerjaan dan latihan nya cuma audisi nyari tukang tiup!” kembali Wiro terkekeh. 

Sempat didukung penuh oleh Ndik Ichi (Bandung Inikami Orcheska) dan trombonis Timmy Bone Armstrong (Djakartalites). Sentimental Moods akhirnya merilis debut EP pada tahun 2012. Kini Line Up lengkap mereka adalah Daniel, Yurie, Edo, Wiro, Taufiq, Masmo, Amor, dan Acil. Formasi tangkas yang melahirkan banyak gagasan. 

Sentimental Moods, (nama yang diambil dari judul lagu milik Duke Ellington; Sentimental Mood) adalah band ska yang cekatan dalam mengeksekusi ide ide besar dibalik karya mereka. Energi dari masing masing personil bersatu dalam “program” besar mereka. Batasan bagi mereka adalah ide itu sendiri, sebagai band instrumental tanpa vokalis, mereka harus subtil menyampaikan pesan ‘hanya’ lewat melodi. 

Kemampuan musikal mereka hadir dari dialektika antar personil. Latar belakang masing-masing personil pun turut menyuntikan spektrum berbeda terhadap repertoire ska dari Sentimental Moods. 

Wiro menjelaskan, Masmo sebagai personil terakhir yang masuk dalam line up justru membawa sentuhan jazzy bagi Sentimental Moods. Wiro menambahkan bahwa dia yang menyarankan Beni untuk tetap merekrut Masmo.

“Ben, buset dah jangan lihat umurnya…liat figur sama keyboardnya, doi punya Hammond, cek aja berapa banyak musisi yang pake itu, Jazzmaster pula!”

Keberagaman inilah yang mampu membawa karya ska yang penuh warna di Indonesia. Mulai dari mengolah off-beat khas swing menjadi ‘ramah’ ska, merubah pola dansa ska dengan time signature yang tak umum. Begitu juga emosi yang mereka sampaikan begitu jamak. Seperti melengkapi, konsep rilisan mereka begitu tematik. Mereka merayakan hari besar lewat musik, memberikan salam selamat melalui ‘Rudolph The Red-Nosed Reindeer’, juga mengamplifikasi kembali salam satire ‘Selamat Lebaran’ milik komponis besar tanah air Ismail Marzuki. Sentimental Moods menyelipkan pesan consciousness yang melekat pada budaya jamaican sounds dalam karya mereka. 

Sentimental Moods juga ringan kepala dalam memilih tema. Lagu mereka yang berjudul ‘Suka-suka’ didedikasikan untuk anak-anak Indonesia. Komposisi ceria gembira yang sudah cukup lama hilang dari daftar karya musik untuk anak-anak di Indonesia.

Wiro menjawab pertanyaan kultur tentang album dari Sentimental Moods yang paling kuat secara emosi baginya. 

“(Album) ‘November Sepuluh’! banyak hidden message nya, ibarat nonton film Star Wars yang mulai dari episode IV, semua rangkaian cerita baru tersambung setelah beberapa episode dan momen di depannya.”

Dalam album ini, lagi lagi terlihat kecerdikan dari Sentimental Moods. Mereka merilis sebuah homage dalam kumpulan rendition dari karya-karya komponis legendaris tanah air. Yaitu WR. Soepratman, Ismail Marzuki dan Gesang, lagu lagu nasional ini mereka sajikan dengan segar, sebuah elevasi sejarah lewat budaya dan berkesenian yang cukup serius dari Sentimental Moods.

Satu catatan kecil kami simpulkan tentang Wiro dan Sentimental Moods. Mereka dengan santai mengadopsi dan mengadaptasi ska dalam keindonesiaan. Seperti mereka sampaikan lewat lagu ‘Ska Me This, Ska Me That’. Lagu yang memiliki pesan keterbukaan dalam apropriasi ska dari mereka. Sesuatu yang sentimental memang, tapi cukup krusial. 

Begitulah Wiro dan Sentimental Moods menurut kami. Menutup bagian terakhir dari tiga seri wawancara ini, kami menulis kembali kutipan yang ada dalam lagu ‘The Imperial March’ (John Williams) versi Sentimental Moods, di mana Wiro sendiri yang mengisi suaranya; Never Underestimate the Power of the DANCE side!”
(Sam)

 

  • Show Comments (1)

  • masmo123

    Ooooh jd gw dipilih SM karena Hammond gw toh, bukan krn gw ganteng…. baru ngeh setelah hampir 10 tahun di SM. Baiklah kalo begitu 🙁

Your email address will not be published. Required fields are marked *

comment *

  • name *

  • email *

  • website *

You May Also Like

YOUTH OF ROOTS

Special Mirroring Interview with YOUTH OF ROOTS

Ras Muhamad

Proses menemukan kembali jati diri, berubah dan berevolusi dalam album baru

Wiro (Part 1 of 3)

Salah Satu Figur Dalam Perjalanan Ska Di Tanah Air